Emma Poeradiredja, Tokoh Sumpah Pemuda Penyaksi Tiga Zaman

Emma Poeradiredja diantara keluarga besarnya di Bandung. P erempuan adalah darah dan nyawa sebuah peradaban bukanlah hal yang berlebihan. Adalah Emma Poeradiredja sosok wanoja asal Tanah Pasundan yang turut menjadi pelaku dan saksi berdirinya republik Indonesia dalam tiga babakan zaman ; revolusi, rezim Sukarno, hingga Suharto. Lahir dan besar dalam keluarga priyayi tidak serta merta menjadikannya sosok manja dan menerima segala keistimewaan kelas menengah feodal di zamannya. Sebagai salah editor Balai Pustaka dan Redaktur Kepala untuk bahasa Sunda pada Pustaka Rakyat, sang ayah Raden Kardata Poeradiredja dengan istri  Nyi Raden Siti Djariah  membesarkan Emma beserta saudaranya dalam lingkungan yang memprioritaskan pendidikan. Tak heran saudara Emma seperti Haley Koesna Poerairedja menyabet Community Leader dari The Ramon Magsaysay Award tahun 1962. Adil Poeradiredja saudara lainnya menjadi politikus dan Perdana Menteri Negara Pasundan pro-republiken. Sedari remaja Emma sudah akt

Membawa Kabur Rp127 Juta, Mt Harus Di'mejahijau'kan

Bandung, 12/4 (ANTARA) - MT (30), warga Jalan Mekar Halu No 11, Kompleks BN Saibi, Bandung terpaksa harus di'mejahijau'kan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Selasa, setelah melarikan uang jual beli telepon genggam (HP) dan voucer senilai Rp127 juta milik Tjetjep Rudyanto.

Hal tersebut terungkap dalam persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Handoko K SH, dengan menghadirkan saksi korban Tjetjep R dari Koperasi Panin Bank.    

Dalam kesaksiannya Tjetjep mengatakan, dirinya dan terdakwa MT merupakan klien transaksi jual beli sejumlah alat komunikasi berupa handphone dan voucher.

Ia menjelaskan, hingga akhirnya menemui terdakwa MT di tempat kerjanya (Usagi Cell) pada tanggal 11 November 2004, dan memesan HP dan voucher dalam partai besar untuk koperasi Panin Bank kepada terdakwa MT.

Kemudian, terdakwa MT menyanggupi kerjasama tersebut mengingat jumlah uang transaksi itu cukup besar sembari menawarkan 'sistem indent' kepada Tjetjep.

Yakni, pihak Panin Bank membayar terlebih dahulu kepada pihak terdakwa  MT baru kemudian barang yang dipesan akan dikirimkan sekitar dua atau tiga minggu langsung ke koperasi Panin Bank.

Perjanjian itupun disetujui, hingga akhirnya berturut-turut korban menyetorkan uang kepada terdakwa MT.

Pada 16 November 2004 korban menyetor sebesar Rp25 juta untuk pembelian 30 unit Hp Nokia tipe 6585, dan 20 Oktober 2004 sebesar Rp50,8 juta untuk 2 boks voucher simpati Rp100 ribu dan Rp50 ribu.

Serta pada tanggal 27 Oktober 2004 sebesar Rp64 juta untuk voucher Rp100 ribu dan Rp500 ribu, 11 November 2004 sebesar Rp13,1 juta, dan terakhir 12 November 2004 sebesar Rp14,4 juta.

Total seluruh pembayaran yang dilakukan Tjetjep berjumlah Rp193 juta, namun sampai batas akhir waktu yang ditentukan, barang yang dipesan tidak kunjung tiba.

Selanjutnya, Tjejep mengadukan kecurigaannya kepada pihak berwenang untuk meminta pertanggungjawaban terdakwa MT.

Sementara itu, terdakwa MT mengatakan dirinya telah memakai uang kliennya sebesar Rp127 juta sebagai modal usahanya.

Karena tidak memenuhi kewajibannya, tersangka MT diancam pasal 378 jo 64 ayat 1 KUH Pidana, sedangkan sidang sendiri akan dilanjutkan minggu depan untuk mendengarkan keterangan saksi lainnya.

 

(U.K-SYA/C/R010/R010) 12-04-2005 18:43:10

NNNN


Komentar