Emma Poeradiredja, Tokoh Sumpah Pemuda Penyaksi Tiga Zaman

Emma Poeradiredja diantara keluarga besarnya di Bandung. P erempuan adalah darah dan nyawa sebuah peradaban bukanlah hal yang berlebihan. Adalah Emma Poeradiredja sosok wanoja asal Tanah Pasundan yang turut menjadi pelaku dan saksi berdirinya republik Indonesia dalam tiga babakan zaman ; revolusi, rezim Sukarno, hingga Suharto. Lahir dan besar dalam keluarga priyayi tidak serta merta menjadikannya sosok manja dan menerima segala keistimewaan kelas menengah feodal di zamannya. Sebagai salah editor Balai Pustaka dan Redaktur Kepala untuk bahasa Sunda pada Pustaka Rakyat, sang ayah Raden Kardata Poeradiredja dengan istri  Nyi Raden Siti Djariah  membesarkan Emma beserta saudaranya dalam lingkungan yang memprioritaskan pendidikan. Tak heran saudara Emma seperti Haley Koesna Poerairedja menyabet Community Leader dari The Ramon Magsaysay Award tahun 1962. Adil Poeradiredja saudara lainnya menjadi politikus dan Perdana Menteri Negara Pasundan pro-republiken. Sedari remaja Emma sudah akt

Agitasi



Agitasi berasal dari perkataan Inggris yaitu Agitation yang sebelumnya bermuara dari kata kerja latin Agitare. Dalam khasanah leksikal Inggris, Agitate atau Agitatare dalam perkataan latin, dapat bebas diartikan to put in motion, berasal dari kata dasar agree  yang secara harfiah berarti bergerak atau menggerakan.

Dalam pengertian sehari-hari kata agitasi sering juga diartikan dengan menghasut, merasuh, dan sebagainya. Sedangkan dalam terminologi komunikasi orang komunis sering mengandengkannya dengan kata propaganda, sehingga, lazim dalam dunia partai komunis bagian komunikasi seringkali disebut agitasi, propaganda, atau  disingkat Agitrop.

Dalam pengertian seorang komunis seperti I. Harry Gould agitasi adalah kegiatan untuk membangkitkan massa supaya mengadakan aksi politik berkenaan dengan suatu ketidakadilan sosial. Sedangkan propaganda adalah pengemukaan banyak pikiran yang menerangkan dan membangkitkan aksi poltik atas dasar kejadian atau keadaan yang sudah umum diketahui. Singkatnya agitasi adalah kegiatan untuk membangkitkan kesadaran dan aksi sedangkan propagandanya sendiri adalah kegiatan untuk berdialektika berkenaan dengan realitas social yang terjadi di lingkungan masyarakat, bangsa, maupun Negara.

Masih menurutnya. Dikatakan pula bahwa seorang propagandis bekerja, terutama, dengan menggunakan kata-kata yang tertulis, sementara seorang agitator bekerja dengan menggunakan kata-kata yang hidup. Propagandis menggunakan written language sementara agitator kebanyakan menggunakan oral speech.

Ahli lain, Herbert Blumer,  menyatakan bahwa agitation operate to a rows people and  so make them possible recruite for the movement yang berarti agitasi beroperasi untuk membangkitkan rakyat dan karena itu menggerakan mereka untuk suatu gerakan.  Pada hakekatnya, menurut Blumer agitasi merupakan suatu cara atau upaya untuk merangsang rakyat (existing people) dan mendorong atau membangkitkan perasaan (inpulses) dan gagasan yang dapat membuat mereka menjadi gelisah dan tidak puas.

Dengan demikian agitasi dimaksudkan untuk mengoyahkan kesukaan atau kegemaran rakyat sebelumnya dan untuk mengubah paradigm atau jalan pikiran yang sudah ada sebelumnya. Jadi tujuannya adalah mendorong rakyat untuk meninggalkan kebiasaannya, pendiriannya, kepercayaan yang semula dan kemudian membengkitkan keinginan dan pendirian baru yang lebih baik.

Maka untuk mensukseskan agitasi, menurut Blumer pertama-tama yang dilakukan adalah memperoleh perhatian rakyat. Kedua, dapat merangsang mereka dan membangkitakan perasaan dan impuls mereka. Ketiga, harus memberikan arahan kepada perasaan dan impulses tersebut melalui gagasan, kecaman dan janji-janji.

Operasi Agitasi

Menurut H. Blumer, agitasi dapat beroperasi dalam dua situasi.

Situasi pertama ditandai oleh abuse (baca : serba salah) serta buruk, diskriminasi yang tidak jujur dan sebagainya. Dimana masyarakat yang mengalami situasi demikian seolah-olah membenarkannya, mendiamkan situasi yang demikian itu. Hingga kemudian timbul ekses negatif berupa penderitaan yang melahirkan protes masyarakat. Maka fungsi agitasi dalam situasi demikian menurut Blumer adalah memimpim mereka untuk menentang dan merubah kenyataan hidup yang demikian itu, da membuka kesadaran mereka untuk mengubahnya dengan brainstorming hingga membagkitkan kesadaran untuk mengubah realitas social.

Situasi kedua ialah dimana rakyat yang sudah bangkit, gelisah, tidak senang atau tidak puas, akan tetapi mereka yang masih segan untuk bertindak atau mengetahui apa yang harus dibuat. Dalam situasi demikian menurut Blumer, fungsi agitasi tidak menciptakan social unrest tetapi tinggal mengarahkan kegelisahan sosial itu dalam aksi nyata.

 Tipologi umum agitator

Atas dasar dua situasi diatas maka tipe para agitator pun tidak dapat dipisahkan daripada situasi itu.

Tipe pertama Agitator, serba merangsang, gelisah dan agresif. Dinamika dan kelincahannya dapat menarik perhatian rakyat atau masyarakat terhadap dirinya. Gerak-gerik atau tingkah lakunya yang demikian dapat menular kepada mereka. Dalam melakukan kegiatannya agitator itu mungkin berusaha melukiskan sesuatu menurut cara yang khusus dan dengan tingkah laku yang dramatis.

Agitator demikian mungkin akan berhasil dalam situasi dimana masyarakat berada dalam kegelisahan dan bimbang. Dan dalam situasi demikaian maka seorang agitator dapat dengan mudah menyebarkan atau membangkitkan masyarakat kearah yang dikehendakinya.

Tipe agitator kedua,  lebih tenang, sederhana, dan sopan atau menurut Blumer “Calm, Quiet, and dignified.”

Yang mengerakan masyarakat dengan apa yang ia katakan dan tidak dengan apa yang diperbuat. Ia mungkin adalah seorang agitator yang hemat dengan kata-kata, tetapi mampu untuk menyatakan sesuatu secara tajam dan membakar serta memaksa masyarakat untuk memandang sesuatu atas dasar pandangan baru. Pandangan baru ini, sudah tentu ialah pandangan si agitator tersebut.

Jika agitator kedua tersebut sudah demikian maka ia menjadi lebih cocok untuk menjadi agitator pada situasi pertama. Fungsinya tinggal menjadikan masyarakat sadar terhadap posisinya, tentang ketidaksamaan, ketidakadilan, dan kemudian memimpin mereka kearah keinginan dan harapan baru.

Dalam pengertian Roger N. Baldwin agitator adalah seorang yang melalui ucapan dan tulisan menyatakan keluhan dari golongan atau kelompok yang tidak puas dengan berusaha hendak mengorganisasikan sesuai dengan pembaharuan yang radikal. Sementara Napheus Smith menyatakan agitator adalah orang yang berusaha menimbulkan ketidakpuasan, kegelisahan, atau pemberontakan.

Fungsi agitasi menurut Blumer adalah untuk menghalau, mengiring, dan mendorong masyarakat dan melaksanakan mereka untuk suatu gerakan dengan arah baru. Lebih khusus lagi agitasi adalah untuk keiatan unttuk mengganti konsepsi, paham, dan paradigma masyarakat terhadap sesuatu, dengan konsepsi dan paham baru yang progresif.

Agitasi bertujuan untuk menanamkan konsepsi baru terhadap masyarakat, guna  mensukseskan suatu gerakan sosial atau social movement. Suatu agitasi yang sukses tentulah agitasi yang disesuaikan dengan pola situasi tersebut diatas.

Sekarang mengertilah kita mengapa pihak komunis melancarkan agitasinya dengan  membagi rakyat dalam kotak atau strata, menciptakan situasi yang kontradiktif dan konfontatif. Sebab dalam situasi yang kontradiktif agitasi akan lebih efekfif sebaliknya dalam situasi yang mana dan stabil agitasi akan gagal.

Karena itu jika kita hendak mensukseskan agitasi maka tindakan kita pertama-tama ialah membangkitkan kontradiksi-kontradiksi lainnya dan selanjutnya kegelisahan, kebingungan dan sebagainya. Sebaliknya apabila kita mengagalkan agaitasi, maka tindakan pertama-tama, ialah memperkuat persatuan, pemanfaatan atau stabilitasi dan sebagainya.

Akan tetapi sifatnya yang demikian maka agitasi itu dapat digunakan untuk tujuan-tujuan “baik” dan juga dapat digunakan untuk tujuan-tujuan “buruk”.

Agitatasi dalam praktek

Dalam prakteknya tiap agitasi tidak dapat berdiri sendiri kecuali dalam situasi yang sangat memuncak.

Karena itu pelaksanaan agitasi hampir sama dengan pelaksanaan propaganda, hampir tidak  dapat digunakan, tergantung situasi dan kondisi tentang dapat tidaknya hal semacam rongrongan atau komplikasi konflik yang sedang  terjadi.

Konteks agitasi di masa lampau

Di era Partai Komunis Indonesia, masa dimana rakyat dalam kegelisahan yang tak terkendali, perekonomian yang merosot ditambah dengan ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah sehingga social unrest tumbuh menjamur bak jamur di musim kemarau. Keadaan tersebut dimanfaat kan oleh partai yang berlambang palu dan arit tersebut untuk menanamkan agitasi-agitasi yang disusupi paham komunis yang menitikberatkan pada prinsip sama rasa sama rata.

Situasi tersebut sesuai dengan apa yang telah Herbert Blumer kemukakan sebelumnya, bahwa dalam situasi yang demikian  agitasi mudah dilancarkan.

Robohnya orde baru ditangan rakyat dengan dukungan rakyat beberapa tahun silam menyebabkan perubahan di segala bidang dimana sebelumnya penyimpangan-penyimpangan bercokol sehingga menyebabkan rakyat menderita.

Mahasiswa yang mengatasnamakan rakyat Indonesia merobohkan dominansi pihak otoriter yang selama ini berkuasa. Berangkat dari kata agitasi yang secara istilah dapat diartikan membangkitkan rakyat untuk melakukan gerakan moral guna mencapai suatu tujuan para pemimpim, dan belum tentu masyarakat yang bersangkutan secara langsung dan tidak langsung  diuntungkan dengan hal demikian, maka agitasi  merupakan sebuah fenomena sosial yang cakupannya bisa berskala besar untuk suatu negara dan berskala kecil dalam kehidupan bermasyarakat.

Runtuhnya sistem komunis di bekas negara Uni Sovyet tidak luput dari praktek agitasi yang dijalankan oleh kaum barat atau negara barat yang memang menginginkan komunis runtuh untuk kemudian dijadikan sebuah negara kapitalis, pada dasarnya yang ditempeli dengan slogan demokrasi namun pada kenyataan berbeda sama sekali, bukan kebaikan yang didapat Uni Sovyet namun perpecahan menjadi negara-negara kecil.

Komentar