Emma Poeradiredja, Tokoh Sumpah Pemuda Penyaksi Tiga Zaman

Emma Poeradiredja diantara keluarga besarnya di Bandung. P erempuan adalah darah dan nyawa sebuah peradaban bukanlah hal yang berlebihan. Adalah Emma Poeradiredja sosok wanoja asal Tanah Pasundan yang turut menjadi pelaku dan saksi berdirinya republik Indonesia dalam tiga babakan zaman ; revolusi, rezim Sukarno, hingga Suharto. Lahir dan besar dalam keluarga priyayi tidak serta merta menjadikannya sosok manja dan menerima segala keistimewaan kelas menengah feodal di zamannya. Sebagai salah editor Balai Pustaka dan Redaktur Kepala untuk bahasa Sunda pada Pustaka Rakyat, sang ayah Raden Kardata Poeradiredja dengan istri  Nyi Raden Siti Djariah  membesarkan Emma beserta saudaranya dalam lingkungan yang memprioritaskan pendidikan. Tak heran saudara Emma seperti Haley Koesna Poerairedja menyabet Community Leader dari The Ramon Magsaysay Award tahun 1962. Adil Poeradiredja saudara lainnya menjadi politikus dan Perdana Menteri Negara Pasundan pro-republiken. Sedari remaja Emma sudah akt

The Sex Pistols Menggugat Melalui Lirik


 

Anarchy for the U.K it's coming sometime and maybe

I give a wrong time stop a traffic line

your future dream is a shopping scheme

 

Mungkin ada yang masih ingat dengan penggalan kalimat diatas, atau malah baru mendengar sama sekali? Bagi yang mengalami zaman keemasan pemberontakan kebudayaan flowers generation, tentunya selain mengenal karya Jannis Joplin mungkin mereka masih ingat potongan lirik dari The Sex Pistols tersebut, lagu berjudul Anarchy In The UK karya musisi yang selalu distereotipkan dengan anti kemapanan, anti hirarki, dan bohemian sejati yang menolak segala bentuk sistem juga komersialisasi yang tidak humanis itu berkumandang sedari tahun 1975-an, era ketika monarki Inggris dan budaya konservatifdinilai hipokrit, dan konsumerisme menjadi pakem utama pola hidup masyarakat.

Komposisi personil kelompok ini terdiri dari gaya slenge'an vokalis super urakan Jhonny Rotten, gitaris Steve Jones, drummer Paul Cook, dan basis Glen Matlock. Beserta labelling as punk rockers mereka adalah salah satu kelompok yang bertanggungjawab menyebarkan benih hiperskeptik terhadap segala fenomena sosial, budaya, materialisme, dan terutama politik kerajaan dan fenomena sekitar. Mempertanyakan seluruh ketimpangan dengan lirik nada protes namun real pada zamannya.

Meskipun tidak berumur panjang karena bertahan hanya dua setengah tahun dan miskin karya karena hanya menghasilkan empat singles dan satu album studio rekaman, namun pengaruh mereka tidak bisa diremehkan bagi perkembangan musik rock alternatif dekade selanjutnya. Hingga kini. Musisi sekaliber Bad Religion, NOFX, Green Day dan lainnya mengenang mereka sebagai musisi yang konsisten menyuarakan aspirasi yang terbungkam melalui lirik menyentil namun cerdas dan bernas dan menganggap mereka berpengaruh dalam perkembangan sejarah musik populer.

Di bawah desain Malcolm McLaren, tahun 1977 Sid Vicious yang menjadikan kelompok musik ini semakin dikenang dengan falsafah pemberontakannya masuk mengantikan Glen Matlock. Walhasil kelompok ini makin memunculkan kontroversi karena hadirnya sang pembetot bass anyar tersebut. Seluruh pertunjukkan dan konser yang melibatkan nama mereka akan selalu dihadapkan dengan sulitnya perijinan terutama dari pihak berwenang karena penampilan publik mereka selalu memunculkan kerusuhan yang kadung menjadi identitas mereka di mata khalayak.

Salah satu single yang menuai badai adalah God Save The Queen. Rilisan tahun 1977 yang khusus dibuat untuk menyerang kaum masyarakat borjuis dan fasisme monarki Inggris. Mari kita tengok potongan ayat The Sex Pistols berikut : "God save the queen, the fascist regime, they made you a moron, potential H-bomb. God save the queen. She ain't no human being, there is no future, in England's dreaming."

Di Januari 1978 ketika di akhir guncangan lawatan tur ke Amerika Serikat, Rotten menyatakan keluar dan meninggalkan kelompok musiknya. Tak lama kemudian tiga anggota pendiri yang masih tersisa merekam materi lagu untuk film versi McLaren tentang kisah The Sex Pistols, The Great Rock n Roll Swindle. Nasib nahas dengan overdosis memang sudah menjadi trademark bagi musisi penuh kontroversi, Vicious yang khas dengan rambut acak beserta rantai yang digembok dan menjadi kalung akhirnya meninggal karena heroin di bulan Februari 1979. Praktis setelah kematian salah satu ikon kelompok pemberontak melalui lirik dan falsafah hidup itu tiada, kelompok itu tidak bernafas sama sekali.

Denyut nadi baru berdetak sekitar tahun 1996 ketika personil yang tersisa masih hidup, adalah Rotten, Matlock, Jones, dan Cook melakukan reuni untuk tur yang bertitel Filthy Lucre, lalu di 2002 mereka melakukan tur dan pertunjukkan lanjutan.

Tahun 2003 setelah berpuluh tahun, satu-satunya album mereka Never Mind the Bollocks, Here's the Sex Pistols dimasukkan ke dalam urutan empat puluh satu dari 500 Album Sepanjang Masa versi majalah musik dunia terpercaya, Rolling Stone. Dan pada 24 February 2006, kelompok ini beserta empat anggota aslinya ditambah Sid Vicious, didaulat masuk ke dalam Rock and Roll Hall of Fame, tapi mereka menolak menghadiri perayaan. The Sex Pistols menularkan benih pemberontakan tidak saja melalui lirik-lirik semu di masa lalu tapi aksi nyata hingga kini dan generasi dunia serba mesin mendatang.

 

When there's no future,

how can there be sin.

We're the flowers in the dustbin,

we're the poison in your human machine,

we're the future, your future.


  -The Sex Pistol, Good Save the Queen.

 

Komentar