Emma Poeradiredja, Tokoh Sumpah Pemuda Penyaksi Tiga Zaman

Emma Poeradiredja diantara keluarga besarnya di Bandung. P erempuan adalah darah dan nyawa sebuah peradaban bukanlah hal yang berlebihan. Adalah Emma Poeradiredja sosok wanoja asal Tanah Pasundan yang turut menjadi pelaku dan saksi berdirinya republik Indonesia dalam tiga babakan zaman ; revolusi, rezim Sukarno, hingga Suharto. Lahir dan besar dalam keluarga priyayi tidak serta merta menjadikannya sosok manja dan menerima segala keistimewaan kelas menengah feodal di zamannya. Sebagai salah editor Balai Pustaka dan Redaktur Kepala untuk bahasa Sunda pada Pustaka Rakyat, sang ayah Raden Kardata Poeradiredja dengan istri  Nyi Raden Siti Djariah  membesarkan Emma beserta saudaranya dalam lingkungan yang memprioritaskan pendidikan. Tak heran saudara Emma seperti Haley Koesna Poerairedja menyabet Community Leader dari The Ramon Magsaysay Award tahun 1962. Adil Poeradiredja saudara lainnya menjadi politikus dan Perdana Menteri Negara Pasundan pro-republiken. Sedari remaja Emma sudah akt

From Rivals, Duo, Into Sherryl Swoopes

Basketball has a rich history of superstar players. Let’s take a look around\


Rival terbesar dalam olahraga profesional basket dimulai antara tahun 1950 dan 1960-an, ketika dominasi the big man antara Bill Russell dari Celtics dan Wilt Chamberlain dengan 76ers dan pasukan Lakers-nya bertemu. Tahta rival bebuyutan antara kedua tim tesebut kembali dilanjutkan oleh generasi selanjutnya. Antara Larry Bird dan Magic Johnson.

Meskipun mereka selalu dikaitkan sebagai rival sejati tetapi beberapa pemain selalu diasosiasikan sebagai tandem. John Stockton dan Karl malone salah satunya, mantan duet Utah Jazz tersebut disederajatkan dengan duo menakjubkan dari NFL San Franscisco 49ers, Joe Montana dan Jerry Rice. Seperti halnya Montana, Stockton merupakan quarterback penyuplai serangan tandemnya dilapangan, sementara Malone merupakan penerima assis-assist telak yang diberikan Stockton. Stockton-Malone melanjutkan trend guard-centre para legenda seperti Bob Cousy dan Bill Russell, Oscart Robertson dan Kareem Abdul Jabbar, dan duo masa kini Kobe Bryant dengan Shaquille O’neal-nya.

Tidak hanya itu, Stockton dan Malone disinggung sebagai duet pemain terbaik yang pernah ada di posisinya. Mungkin wajar juga hal tersebut diamatkan kepada mereka, mengingat Stockton merupakan pemegang rekor Assist dan Steal NBA sepanjang masa, sementara Malone ‘si tukang pos’ merupakan pemimpin skor kedua NBA sepanjang masa.

Namun sayang dengan berbagai kapabilitas skill yang dimiliki kedua pemain tersebut, gelar NBA nihil diraihnya dalam dua kali kesempatan ketika bertemu si banteng merah, Chicago Bulls, dengan Hall-of-Famersnya Jordan-Pippen.

Tak diragukan lagi Jordan dan Pippen merupakan pemain multi-talenta di millennium baru setelah era Magic-Bird pupus tergerus masalah jasmani masing-masing. Dengan ball handling yang apik, solidnya pertahanan, scoring yang jitu, rebound yang tangkas dan serangan mematikan, mereka dapat saling mengantikan job desk satu sama lain. Takjubnya pula, mereka dapat bermain disegala posisi dengan segala kondisi. Gaya bermain duet maut ini terlihat dari replika pemain masa depan layaknya Ray Allen dan Vince Carter.

Jordan, seperti halnya Bill Russell dan Magic Johnson, mengesampingkan kepentingan statistik pribadinya demi kebaikan dan kemajuan tim. Meski pun begitu, di bawah asuhan Phil Jackson, Jordan mampu memenangkan enam gelar juara NBA, dan membawa Bulls menjadi penguasa dekade 90-an.

Legenda yang satu ini memang tidak akan ada habisnya untuk dibicarakan, ia adalah ikon hidup dari olah raga yang bernama bola basket, olahraga yang akan kembali berevolusi menghasilkan duet seperti Stockton dan Malone, Jordan dan Pippen, atau Chamberlain dalam permainan Shaquille O’neal, Larry Bird ala Dirk Nowitzki, atau Sheryl Swoopes dengan Houston Comets-nya di WNBA.


Komentar