Emma Poeradiredja, Tokoh Sumpah Pemuda Penyaksi Tiga Zaman

Emma Poeradiredja diantara keluarga besarnya di Bandung. P erempuan adalah darah dan nyawa sebuah peradaban bukanlah hal yang berlebihan. Adalah Emma Poeradiredja sosok wanoja asal Tanah Pasundan yang turut menjadi pelaku dan saksi berdirinya republik Indonesia dalam tiga babakan zaman ; revolusi, rezim Sukarno, hingga Suharto. Lahir dan besar dalam keluarga priyayi tidak serta merta menjadikannya sosok manja dan menerima segala keistimewaan kelas menengah feodal di zamannya. Sebagai salah editor Balai Pustaka dan Redaktur Kepala untuk bahasa Sunda pada Pustaka Rakyat, sang ayah Raden Kardata Poeradiredja dengan istri  Nyi Raden Siti Djariah  membesarkan Emma beserta saudaranya dalam lingkungan yang memprioritaskan pendidikan. Tak heran saudara Emma seperti Haley Koesna Poerairedja menyabet Community Leader dari The Ramon Magsaysay Award tahun 1962. Adil Poeradiredja saudara lainnya menjadi politikus dan Perdana Menteri Negara Pasundan pro-republiken. Sedari remaja Emma sudah akt

Konsepsi Lingkar



Bagi sebagian anak muda, terutama persona muda-mudi di penjuru kota-kota besar, bersosialisasi atau bergaul dalam bahasa bekennya adalah menu wajib dalam kamus yang patut mendapat prioritas disamping aktifitas utamanya sehari-hari. Interaksi satu sama lain berarti menyambung jejaring eksistensi, kebaruan tali pertemanan, bahkan jejaring untuk menjadi kolega bisnis di masa-masa mendatang. Kenapa tidak, bukan.

Tidak mengherankan jikalau pada konteks individu tertentu aktifitas frekuensi bergaul lebih dominan ketimbang ruang kerja sesungguhnya yang bisa diselesaikan dalam hitungan waktu yang relatif singkat. Semisal profesi yang menuntut frekuensi bergaul yang tinggi adalah jurnalis, pewarta foto, atau koridor media pada umumnya yang melibatkan kontak langsung dengan sejumlah massa dan narasumber aktif.

Mengatur strategi isu dan trik wawancara, jadwal yang tepat, keberimbangan berbagai pihak yang tercakup dalam berita yang dikemas. Untuk mencakup sebuah berita singkat tidak perlu menghabiskan banyak waktu. Salah satu kiat adalah menjalin relasi dengan narasumber berdasar etika juga  profesionalitas. Semakin baik para pencari berita bergaul dengan lingkungan subjek berita akan semakin terbuka peluangnya untuk lebih peka terhadap realitas sesungguhnya.

Lingkar primer dan sekunder bergaul

Manfaat bergaul yang baik secara medis juga bisa mengurangi efek tekanan stress karena beban kerja atau atau tuntutan lingkungan yang tidak sepaham dengan apa yang kita inginkan. Dalam hal ini Anda bisa mencoba meningkatkan frekuensi bergaul dengan beragam karakter, semisal mulai dari lingkungan terdekat seperti keluarga, dari ayahanda, ibunda, istri atau calon pasangan masa depan Anda kelak. Katakanlah ini lingkungan primer Anda. Sebagai pembanding, Anda bisa mencoba seberapa efektif pola kuantitas berkomunikasi dengan lingkungan sekunder yang berada dalam lingkup jejaring lingkungan primer sehari-hari.

Jejaring sosial bergaul bisa ditingkatkan dengan memperluas dan membuka diri terhadap dunia luar. Coba ajak teman dari sahabat Anda untuk membuat sebuah kegiatan dan aktivitas sosial dengan latar belakang ketertarikan yang setara, misalnya, arisan motor bagi Anda pria penyuka dunia otomotif penggemar Valentino Rossi, atau, Aep Dadang bila Anda tertarik dengan olahraga motorcross yang bisa meningkatkan adrenalin juga tingkat maskulinitas individu.

Memperluas jejaring bergaul yang baru dengan dunia luar yang positif senantiasa memberikan benefit psikis dan sosial kepada persona yang berada dalam lingkaran tersebut. Secara tilikan psikologis dengan bergaul syaraf motorik akan senantiasa terpacu untuk mencari proyeksi peningkatan hormon endorphin yang baik bagi kesehatan seseorang ketika berinteraksi dalam sebuah aktifitas. Pun semakin positif timbal balik antara individu dalam lingkar sekunder tersebut maka bisa dikatakan pola komunikasi bergaul yang Anda lakukan berhasil. Percayalah, beban Anda akan sedkit berkurang ketika ada rekan Anda disekeliling.

Bahkan bisa memungkinkan juga dari dua sisi efek primer dan sekunder saling mengisi dan sinergis menjadi poros peningkatan kualitas diri individu dan kanal ekonomi. Di satu sisi ada lingkungan kerja utama Anda, skill dan performa terhadap perusahaan terjaga, sepulang dari rutinitas jam kerja nine-to-five Anda yang tercinta sudah menanti, di lain sisi ternyata aktifitas bersama lingkar sekunder bergaul dengan latar para pehobi otomotif Anda ternyata bisa meningkat dengan ekspansi usaha kecilan jual-beli spare-part dan memiliki usaha bengkel bersama, atau yang kerap dilakukan semisal kerja sosial bersama dengan mengunjungi beragam Panti yang membutuhkan uluran tangan kita.

Sampai tahapan ideal ini, Anda telah memasuki faset menjadi individu yang setahap lebih baik. Bisa memberdayakan diri bersama lingkup luar. Dengan beragam lapisan strata dan karakter individu Anda akan senantiasa dihadapkan pada pilihan-pilihan. Untuk menjadi lebih baik adalah harga mutlak, bukan? Karena pastinya Anda tidak mau mundur pada faset ketika identifikasi diri mulai berjalan. Bergaul dengan kalangan luas akan membentuk karakter Anda semakin kuat juga tegas dalam menghadapi sebuah persoalan. Anda akan paham ketika menghadapi beragam konflik juga intrik personal.

Kerangka pemahaman dan pengetahuan akan meningkat seiring frekuensi bergaul Anda yang juga ditingkatkan bersama mutunya. Efeknya, dengan cara bergaul Anda yang semakin cair dalam beragam suasana akan memberi benefit modal sosial yang di satu titik tertentu hal tersebut akan lebih berguna ketimbang unsur materi sekalipun. Kepandaian Anda dalam membangun suasana bergaul yang kondusif dengan open mindedness dengan setiap persona senantiasa menciptakan raihan energi sosial yang sama berharganya.

Bergaul dengan diri

Seseorang tidak dapat tidak untuk berkomunikasi, demikian pepatah bijak dalam cakupan ranah ilmu komunikasi. Tidak dalam satu detik pun manusia dapat berhenti berkomunikasi, dalam artian yang kita bahas berarti sinonim dengan bergaul. Dalam hening pun manusia falsafahnya bergaul dengan diri sendiri dan ruang-waktu personal yang hening-senyap. Bergaul dengan diri sendiri bukan berarti patologi narsisme alias sindrom mendewakan pribadi unggul ketimbang intrapersonal lainnya, sehingga lupa sekeliling dan hanya mementingkan egosentrisme personal.

Bergaul dengan diri bersifat internal, berbeda dengan bergaul ala lingkup sekunder juga primer sebelumnya. Pada faset ini Anda akan dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan filosofis seperti : siapakah saya, untuk apa saya, dimanakah saya berada, apa arti saya, dan pertanyaan kontemplatif lainnya. Bergaul dengan kedirian adalah salah satu upaya untuk meningkatkan insight kualitas persona. Dengan mengkaji selisik pertanyaan siapakah saya Anda akan dihadapkan pada kerucut pernyataan tentang peran anda terhadap perwujudan eksistensi pribadi, juga dalam hal ini berarti pertanyaan tentang seberapa kuantitas dan kualitas di lingkup eksternal diatas. Sudahkah mimpi Anda mewujud nyata, seberapa besarkah kualitas Anda ketika bergaul dalam lingkup sosial terluar.

Tentunya posisi Anda dalam hal ini adalah bagaimana Anda mencermati pribadi Anda sendiri sebagai tahap mengenali potensi juga kekurangan. Kembali kepada pengkajian diri adalah konsep menuju perbaikan kualitas diri dan konsep diri. Sampai seberapa jauh pusat kekuatan pribadi dan pikiran Anda mempengaruhi orientasi dan cara bersikap sikap. Semakin dalam Anda menyelami hakikat diri, niscaya semakin bernas ketika Anda akan menempatkan diri pada situasi dan kondisi polaritas cara bergaul. Dan Anda pun sudah siap dengan kaki-kuda-kuat memfiltrasi kemungkinan efek-efek negatif yang selalu hadir layaknya Ying-Yang dalam falsafah Asia tersebut dimana sisi baik akan berbarengan dengan sisi buruk.

Seperti yang dijelaskan diatas bahwa dalam bergaul tak liput unsur negasi dari sifat positif. Maka dalam sebuah interaksi komunikasi tertentu akan terdapat dialektika rasional yakni hubungan yang menyatakan bahwa hidup berhubungan dicirikan oleh ketegangan-ketegangan atau konflik antar individu. Konflik, semisal dalam konteks bergaul, tersebut terjadi ketika seseorang mencoba memaksakan keinginannya satu terhadap yang lain, tak selamanya setiap niatan baik akan berbuah berbalik, bukan?

Semakin intens frekuensi polaritas bergaul seseorang dengan sekelilingnya maka akan ada besar pula fluktuasi yang terjadi antara berbagai keinginan-keinginan yang kadang kala kontradiktif. Cara setiap persona dalam menyikapi hal ini adalah bagaimana mengelola dan menegasikan kontradiksi dalam berhubungan, bergaul dengan satu sama lainnya. Jadi, salami konsep bergaul ala diri, lantas, luaskan energy positif Anda terhadap lingkungan. Akan ada hikmah yang takkan pernah Anda duga. Amin.


Komentar