Emma Poeradiredja, Tokoh Sumpah Pemuda Penyaksi Tiga Zaman

Emma Poeradiredja diantara keluarga besarnya di Bandung. P erempuan adalah darah dan nyawa sebuah peradaban bukanlah hal yang berlebihan. Adalah Emma Poeradiredja sosok wanoja asal Tanah Pasundan yang turut menjadi pelaku dan saksi berdirinya republik Indonesia dalam tiga babakan zaman ; revolusi, rezim Sukarno, hingga Suharto. Lahir dan besar dalam keluarga priyayi tidak serta merta menjadikannya sosok manja dan menerima segala keistimewaan kelas menengah feodal di zamannya. Sebagai salah editor Balai Pustaka dan Redaktur Kepala untuk bahasa Sunda pada Pustaka Rakyat, sang ayah Raden Kardata Poeradiredja dengan istri  Nyi Raden Siti Djariah  membesarkan Emma beserta saudaranya dalam lingkungan yang memprioritaskan pendidikan. Tak heran saudara Emma seperti Haley Koesna Poerairedja menyabet Community Leader dari The Ramon Magsaysay Award tahun 1962. Adil Poeradiredja saudara lainnya menjadi politikus dan Perdana Menteri Negara Pasundan pro-republiken. Sedari remaja Emma sudah akt

Musikalisasi Wagner



It is a truth forever, that where the speech of man stops short there Music's reign begins.

"A Happy Evening", Richard Wagner (1813 - 1883)

 

Musik dan puisi adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam sebuah karya. Musik adalah suara partitur tangga nada yang dilantunkan. Melalui prosa pula lah penggalan lirih yang terpendam dalam sanubari manusia dapat disuarakan dengan merdu dan syahdu. Pengabungan keduanya akan membuat sebuah seni seperti opera menjadi lebih berkarakter.

Nibelungenlied adalah salah satu karya tulisan dari penyair anonimus dari Austria abad pertengahan di awal abad 13. Melalui karya epik tersebut, Richard Wagner menghasilkan sebuah karya opera musik yang dikenal dengan Des Ring es Nibelungen. Karya tersebut seakan membawa pendengarnya ke musik abad pertengahan versi komposer yang dikenal menjadi idola Adolf Hitler ini.

Richard Wagner dikenal luas sebagai komposer Jerman, konduktor, dan esais yang berpengaruh pada paruh abad 19 melalui beragam kreasi musik dan tulisannya. Dengan mengabungkan kekuatan konduksi musik dan kekuatan menulis, Wagner merombak konsep dan bentuk dari opera konvensional yang kaku. Antara tahun 1853 dan 1857 pria kelahiran 22 Mei 1813 ini mengaransir berbagai musik untuk opera, yang dia pribadi namakan musik drama.

Untuk mengubah sebuah komposisi, komposer yang telah menerjemahkan dua belas buku Odyssey karya Homer sedari sekolah dasar ini biasanya mendapatkan inspirasi dari legenda abad pertengahan dan mitos. Dari cerita lipstik folklore itu, dia merasakan kebenaran hakiki tertentu tentang kondisi manusia yang tergambarkan, dan oleh karena itu opera yang berdasar pada hal seperti mitos dapat berbicara langsung mengenai emosi manusia.

Salah satu karya yang paling popular adalah bagian melodi dari opera Bridal Chorus yang juga dikenal dengan Wedding March (1848) dari Lohengrin, karena dimainkan pada acara pernikahan Lohengrin Ksatria Holy Grail dan Else of Brabant tersebut.

Pada tahun 1828 dia menghabiskan masa-masa identifikasi bermusik di Nicolaischule, Leipzig, dan belajar tentang harmonisasi nada dengan konduktor Christian Gottlieb Müller. Tiga tahun kemudian dia mengaransir beberapa soneta piano, overture, dan sebanyak tujuh lagu dari Faust (1808), sebuah karya drama yang ditulis penyair kebangsaan Jerman dan dimainkan Johan Wolfgang von Goethe.

Wagner sendiri mencicipi masa akademik di Universitas Leipzig dengan spesialisasi musik dan belajar langsung kepada Christian Theodor Weinlig yang menginspirasinya membuat karya sonata, overture, dan sebuah simfoni. Karya instrumental awal ini sangat mempengaruhi musisi dan komposer besar Jerman lainnya seperti Ludwig van Beethoven.


Komentar