Emma Poeradiredja, Tokoh Sumpah Pemuda Penyaksi Tiga Zaman

Emma Poeradiredja diantara keluarga besarnya di Bandung. P erempuan adalah darah dan nyawa sebuah peradaban bukanlah hal yang berlebihan. Adalah Emma Poeradiredja sosok wanoja asal Tanah Pasundan yang turut menjadi pelaku dan saksi berdirinya republik Indonesia dalam tiga babakan zaman ; revolusi, rezim Sukarno, hingga Suharto. Lahir dan besar dalam keluarga priyayi tidak serta merta menjadikannya sosok manja dan menerima segala keistimewaan kelas menengah feodal di zamannya. Sebagai salah editor Balai Pustaka dan Redaktur Kepala untuk bahasa Sunda pada Pustaka Rakyat, sang ayah Raden Kardata Poeradiredja dengan istri  Nyi Raden Siti Djariah  membesarkan Emma beserta saudaranya dalam lingkungan yang memprioritaskan pendidikan. Tak heran saudara Emma seperti Haley Koesna Poerairedja menyabet Community Leader dari The Ramon Magsaysay Award tahun 1962. Adil Poeradiredja saudara lainnya menjadi politikus dan Perdana Menteri Negara Pasundan pro-republiken. Sedari remaja Emma sudah akt

Sukarno dan Gemini

Di podium itu dia bak singa yang terus mengaung dengan semangat pencerahan dan persatuan, hampir semua kalimat yang diutarakan dalam mimbar bebas atau diskusi harian ditekankan dengan intonasi membara. Semua yang melihat seakan tersihir magis.

Sosok itu adalah salah satu pendiri republik bernama Indonesia, Soekarno. Salah satu murid H.O.S Cokroaminoto ini sangat menggelora di masa mudanya, yang terkenal diantara semua selain pengucapan teks proklamasi adalah pledoinya di pengadilan kolonial Gedung Indonesia Menggugat, Bandung.

Soekarno terlahir di Blitar, Jawa Timur, pada 6 Juni 1901 ini merupakan representasi zodiak gemini. Maka Tak heran sosok karismatik dan flamboyan ini selalu tampil dengan aura penuh kecerdasan, pandai berkomunikasi, dan gesit.

Sebagai pemimpin Soekarno adalah sosok tangguh yang tidak bisa dianggap remeh. Negara adi kuasa yang memainkan percaturan politik dunia sangat menyegani macan asia ini, julukan bagi sang proklamator Indonesia.

Salah satu kedigdayaan pemikiran Soekarno terhadap barat diantaranya ketika menyatakan keluar dari Perserikatan Bangsa Bangsa dan mendirikan Gerakan Non Blok guna menyatukan kekuatan timur sebentang Asia-Afrika.

Alasan yang melatarinya adalah bahwa PBB sudah tidak lagi menjadi lembaga netral untuk mengayomi keadilan dan kesejahteraan bagi negara-negara di dunia. PBB dipandang sebagai cerminan kolonialisasi sistemik guna melanggengkan penjajahan terhadap bangsa timur.

Hasilnya, pada 18 April-24 April 1955, di Gedung Merdeka, seluruh delegasi dari negara Asia dan Afrika memenuhi kota Kembang guna mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika. Momen tersebut menjadi salah satu pemicu negara Asia Afrika untuk memerdekakan diri dari belenggu kolonialisme barat dan bekerjasama dalam bidang ekonomi-budaya melawan imperialis kolonial.

Transisi sejarah kepemimpinan Soekarno adalah ketika memandatangani Supersemar, Surat Perintah Sebelas Maret 1966. Hingga kini surat kontroversial tersebut tidak pernah ketahuan rimbanya.

Berbekal surat sakti tersebut Letnan Jendral Soeharto menjelma menjadi presiden depotik yang akan menghalalkan segala cara dalam dalam menjalankan roda kekuasaan. Soeharto yang bertangan dingin membentuk kerajaan politiknya yang berlangsung hingga tiga puluh dua tahun sampai 21 Mei 1998 setelah digulingkan melalui demostrasi mahasiswa dan pro reformis.

Partai yang beragam dikerucutkan menjadi tiga, yakni Partai Persatuan Pembangunan, Golongan Karya, dan Partai Demokrasi Indonesia. Hal tersebut dimaksudkan untuk memudahkan monitoring terhadap aktivisme politik arus bawah dan utama supaya mudah dikendalikan dan satu suara dengan platform ode baru : orde pembangunan.

Nasib serupa menimpa kebebasan pers Indonesia, dibawah Departemen Penerangan pimpinan Harmoko yang merupakan suksesor setianya, kebebasan memperoleh informasi dan hak mengutarakan pendapat hanya merupakan impian sang bolong. Kritik sosial terhadap pemerintahan adalah cara bunuh diri pelan-pelan zaman itu, pihak berwajib yang menjadi ideological state apparatus akan mensensor suara-suara demokrasi.

Penulis besar Pramudya Ananta Toer adalah saksi dari kekuasaan rezim yang pro kapitalistik dan menihilkan demokrasi tersebut.

Atas nama kesatuan sesuatu pemberitaan yang tidak sesuai dengan protokol orde baru akan sangat mudah dilabeli cap ekstrimis, anti pembangunan, komunis, gerakan pemberontak keamanan, kaum separatis. Demokrasi Indonesia berjalan semu dibawah bayang kontrol Soeharto dengan kekuatan militer dan kroni yang berada ditempat pengambil kebijakan strategis negara seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan rakyat.

Orde baru mengemuka dengan seluruh hasil pembangunannya. Proses de-Soekarnoisasi berjalan pada perombakkan sistem pemerintahan. Partai Komunis Indonesia yang merupakan partai pendukung terbesar pemerintahan Soekarno yang pro rakyat dihapuskan dalam berbagai ajang demokrasi seperti pemilihan umum.

Anggota parlemen yang di cap bagian orde lama langsung diganti dan hasilnya pertanggungjawaban Soekarno dihadapan sidang ke empat Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) tahun 1967 ditolak Soeharto. Secara de jure Soekarno adalah presiden tanpa ijasah pemerintah dan Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia melalui Sidang Istimewa di tahun yang sama.

Presiden Soekarno yang penuh dengan romansa dan dialek praksis sejarah ini adalah sosok bintang gemini sejati. Cerdas, bernas, flamboyan. Bagaimana dengan Anda, apa ramalan bintang seperti gemini diatas mencerminkan identitas sebenarnya?

Komentar