Emma Poeradiredja, Tokoh Sumpah Pemuda Penyaksi Tiga Zaman

Emma Poeradiredja diantara keluarga besarnya di Bandung. P erempuan adalah darah dan nyawa sebuah peradaban bukanlah hal yang berlebihan. Adalah Emma Poeradiredja sosok wanoja asal Tanah Pasundan yang turut menjadi pelaku dan saksi berdirinya republik Indonesia dalam tiga babakan zaman ; revolusi, rezim Sukarno, hingga Suharto. Lahir dan besar dalam keluarga priyayi tidak serta merta menjadikannya sosok manja dan menerima segala keistimewaan kelas menengah feodal di zamannya. Sebagai salah editor Balai Pustaka dan Redaktur Kepala untuk bahasa Sunda pada Pustaka Rakyat, sang ayah Raden Kardata Poeradiredja dengan istri  Nyi Raden Siti Djariah  membesarkan Emma beserta saudaranya dalam lingkungan yang memprioritaskan pendidikan. Tak heran saudara Emma seperti Haley Koesna Poerairedja menyabet Community Leader dari The Ramon Magsaysay Award tahun 1962. Adil Poeradiredja saudara lainnya menjadi politikus dan Perdana Menteri Negara Pasundan pro-republiken. Sedari remaja Emma sudah akt

Benefit Media

Peta rivalitas industri telekomunikasi era milenium sangatlah mengemuka dan kentara. Ragam merek dan tipe pun timbul-tenggelam. Tengok konsumsi Apple Indonesia, RIM-BlackBerry, atau Samsung dengan Android-nya. Terdapat banyak indikasi yang menyebabkan hal tersebut, diantaranya, selain cita rasa dan tuntutan kesempurnaan dari konsumer, juga setiap pabrikasi industri telekomunikasi tersebut dengan sendirinya saling belomba meningkatkan kualitas jasa layanan dan produk yang ditawarkan. Dalam persaingan perusahaan yang positif, semakin baik pola penawaran output jasa-produk dari masing-masing pihak, maka pilihan dan oportunitas kepercayaan dari pelanggan akan semakin besar.

Memang, tak dapat dielakkan, ketika bersaing dengan raksasa seperti Research In Motion, Samsung, atau peta konsumsi Apple Indonesia akan ada pula perusahaan industri telekomunikasi yang harus gulung tikar ditengah jalan. Ekses negatif industri ini dapat disebabkan baik karena tak mampu secara finansial, manajemen perusahaan yang buruk, ataupun peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang tidak diperhatikan, dan beragam faktor x lainnya.

Hal yang patut diingat bagi penyelia industri telekomunikasi baik itu Apple Indonesia atau pun merek-merek yang terdapat dalam peta persaingan domestik adalah motto bahwa semakin baik dan unggul output yang dikeluarkan setiap perusahaan tersebut maka otomatis akan berimbas pada tingkat reputabilitas dan kepercayaan konsumen, dan walhasil akan meningkatkan pendapatan sepadan. Bisa jadi hal seperti ini yang luput dari radar perusahaan yang rata-rata karbitan dan hanya mengejar profit oriented semata tersebut lantas mengabaikan faktor peningkatan internal. Walhasil kolaps.

Dalam rumusan ekonomi, begitu ada proses supply maka akan ada demand atau permintaan dari pasar yang berjalan sesuai rima dan siklusnya. Disatu sisi cerita ada produsen dengan kualitas produk dan jasa bermutu, maka akan hadir pula berita bahwa konsumen mendambakan kenyamanan dan pelayanan paska jual. Bagi perusahaan telekomunkasi yang cerdik, pelayanan consumer-friendly semisal Apple Indonesia yang berkala akan memberikan benefit lebih bagi citra dan kepercayaan publik di masa jauh kedepan. Dan ini merupakan solusi sebagai bentuk kepedulian dan bentuk jawab sosial sebagai lembaga ekonomi terhadap konsumen setianya.

Sama halnya bagi pelanggan yang cermat dalam menerapkan pola konsumsi, dalam perkembangannya, bagi mereka tidak bermasalah apabila mengeluarkan kocek lebih dari pasaran asalkan mutu dan kualitas produk-layanan seimbang dan masih bisa diakses, kapanpun, dimanapun. Sehingga, tidak akan ada bentuk kekhawatiran dengan pelayanan produk paska pembelian ketika sedang berada di ruang waktu yang berlainan. Maka tak heran merek besar seperti Nokia, Samsung, Blackberry, atau Apple Indonesia akan semakin giat dan bertengger meningkatkan performa layanan jasa dan produk mereka di pentas pasar industri telekomunikasi berbagai kota besar tanah air.

Demografi psikologis konsumer

Selain ekses industri diatas, terdapat pola perubahan demografi atas pola konsumsi produk-produk teknologi telekomunikasi semacam Apple Indonesia, Samsung, Nokia, BlackBerry atau merek hibrida produk telekomunikasi lainnya yang mengkombinasikan perpaduan antara perangkat keras dan lunak yang berasal dari genuine lokal atau pun kualitas import. Pada tahap awal identifikasinya, produk telekomunikasi hadir di ranah konsumen nasional semenjak era 90-an. Di tahun awal tersebut persaingan pasar produk telekomunikasi memang belum sepesat sekarang. Hanya terdapat hitungan jari beberapa merek raksasa yang merajai pasar lokal, termasuk dunia.

Pasar yang berkembang pada tahapan tersebut pun mempunyai segmentasi pembeli tersendiri. Mayoritas konsumen era awal ini adalah mereka yang secara ekonomi berkecukupan, pola konsumsi diatas rata-rata, dan mempunyai mobilitas komunikasi yang intens juga padat dalam interaksi lingkungan sosialnya. Secara simbolik periode  awal ini identifikasi konsumsi produk telekomunikasi yang berkembang di masyarakat , terutama kaum urban, adalah bentuk lain dari prestise, status sosial, representasi dari wujud materialitas.

Tilikan kacamata budaya konsumsi berdasar kacamata psikologis massa tersebut bisa  dikatakan sindrom gegar budaya. Mungkin karena merasa memiliki produk yang notabene mahal, maka individu tersebut merasa memiliki lebih ketimbang massa pembeli pada umumnya. Apalagi jikalau produk Apple Indonesia sudah hadir ditengah tahun awal konsumsi produk telekomunikasi nasional bersama Ericsson yang kini diakuisisi Perusahaan Sony, dan Nokia. Merek dan tipe tertentu pada masa tersebut adalah identitas keberpunyaan diri.

Euforia massa akan kebutuhan konsumsi produk teknologi juga seiring pesatnya perkembangan industri dan pasar menyebabkan orientasi berubah kini. Yang pada awalnya dikonsumsi sebagai simbol materialitas, meski pada faktanya sesekali difungsikan regular, kini mayoritas orientasi konsumsi produk teknologi tersebut berjalan pada koridornya benar-benar sebagai produk telekomunikasi untuk komunikasi. Representasi simbolik sedikit dikesampingkan, dan peran produk teknologi sebagai utilitas komunikasi condong dominan kini [meski untuk urusan ini dikalangan konsumer produkti usia sekolah hanya digunakan ber-BlackBerry-Broadcast-Messenger saja, dengan konten gosip semata].

Alternatif layanan Apple Indonesia

Tidak hanya itu, dari ekses industri dan perubahan paradigma konsumer teknologi, fitur layanan yang ditawarkan setiap penyelia produk telekomunikasi kini sangat beragam. Dari paket streaming data, internet murah, kuota data, aplikasi perangkat lunak, permainan digital, bahkan bertukar short message service pun bias gratis kini. Era komunikasi klasik yang ditawarkan surat via Pak Pos ketika menunggu pekabaran dari handai taulan, keluarga, atau sang kekasih dalam singkat sudah berubah moda seratus delapan puluh derajat kali dua. Sangat berbeda jauh. Meski disatu sisi dengan beragam kemudahan yang ditawarkan peradaban pengetahuan dan teknologi manusia dalam berkomunikasi tersebut ada peran [yang juga psikologis] yang belum  bisa digantikan, bukankah Anda akan lebih tersentuh ketika menerima sepucuk surat dari Ayah dan Bunda Anda tercinta diujung kota? Atau sehelai ucapan ulang tahun beserta boneka Panda, mungkin?

Dari fitur layanan yang diberikan pabrikan telekomunikasi kontemporer. Generasi Apple Indonesia sekarang mungkin sangat mengenal baik merek dagang satu ini. Dengan logo berbentuk buah apel dan sedikit sisi kulit yang tergigit. Yup, betul, nama brand elektronik masa kini yang didirikan sekaligus dibesarkan oleh si brilian Steve Jobs tersebut terinspirasi dari buah apel. Buah ini juga menjadi inspirasi dan mewujud perusahaan rekaman bernama Apple Records, salah satu pemegang sah hak lisensi atas semua karya video dan film The Beatles sejak didirikan 1968 oleh manajemen artis pionir rock and roll dunia paska Elvis Presley tersebut. 

Dunia , termasuk penggemar antusias Apple Indonesia, tahu betul dengan keunggulan kualitas fitur yang ditawarkan merek satu ini. Dobrakan di tahun 2000-an awal perusahaan ini hadir meramaikan konstalasi perdagangan industri musik dengan layanan penjualan konten digital. Disamping core bisnisnya adalah penyelia produk teknologi. Dengan metode mutahir sistem penjualan terbaru yang ditawarkan setiap orang bisa menjadi musisi sekaligus produser rekaman mandiri. Otomatis kesempatan memasarkan karya dengan sistem bagi-hasil antara para musisi yang bekerja sama dengan korporasi Apple tersebut terbuka bagi siapa saja, termasuk penggemar Apple Indonesia.

Bagi para penggemar Apple Indonesia, terutama musisi indie ataupun yang sudah mapan dan bernaung dalam sebuah perusahaan rekaman kehadiran mekanisme penjualan yang punya efek profit sekaligus benefit berkesinambungan seperti ini mematahkan cara direct selling konvensional dengan bobot operasional dan produksi lebih. Sistem kerjasama yang ditawarkan pun bersifat terbuka, open management, dan fair share. Semisal dalam wilayah hitungan bagi-hasil. Setiap musisi yang menjalin kerjasama dengan perusahaan Apple, baik itu Apple Indonesia maupun dunia, akan otomatis mendapatkan report selling periodik,  terukur, dan dapat dipertangungjawabkan.

Uniknya, setiap musisi atau perusahaan rekaman yang telah menjalin rekanan kerjasama dengan Apple beserta korporasinya tersebut tidak harus dipusingkan dengan tengat karya album penuh. Cukup hanya dengan satu buah single karya lagu, baik musisi maupun perusahaan yang mengatur artisnya dan telah menjadi bagian dari keluarga-ekonomi Apple akan dilayani secara professional. Hebatnya, di divisi publisitas, promo akan diberlakukan sama dan disebarkuaskan kepada seluruh puluhan retail perusahaan distributor rekanan Apple.

Sisi lain benefitnya adalah bagi penggemar Apple Indonesia sendiri yang sudah memiliki teknologi penyimpanan rekam data digital musik seperti iPod. Terlebih apabila konsumen aktif Apple Indonesia tersebut adalah penggemar musisi manca negara, dengan sekali menuliskan kata kunci pada pointer search engine dalam perangkat keras Apple tersebut, penggemar  Apple Indonesia akan disuguhkan ribuan sampai jutaan karya musisi dari yang terfavorit sampai pendatang baru rekomendasi yang sangat sayang apabila dilewatkan begitu saja.

Kompensasi yang ditawarkan pun tidak terlalu mengecewakan sebagai obat buluh perindu kecintaan akan biduan idola. Dengan rata-rata sekira satu dollar Amerika kurang satu sen, para konsumer Apple Indonesia sudah dapat mengunduh karya musisi pujaan tersebut.

So, dengan beragam persaingan ketat industri telekomunikasi konsumer dituntut bijak dalam putaran rona zaman.

Komentar