Emma Poeradiredja, Tokoh Sumpah Pemuda Penyaksi Tiga Zaman

Emma Poeradiredja diantara keluarga besarnya di Bandung. P erempuan adalah darah dan nyawa sebuah peradaban bukanlah hal yang berlebihan. Adalah Emma Poeradiredja sosok wanoja asal Tanah Pasundan yang turut menjadi pelaku dan saksi berdirinya republik Indonesia dalam tiga babakan zaman ; revolusi, rezim Sukarno, hingga Suharto. Lahir dan besar dalam keluarga priyayi tidak serta merta menjadikannya sosok manja dan menerima segala keistimewaan kelas menengah feodal di zamannya. Sebagai salah editor Balai Pustaka dan Redaktur Kepala untuk bahasa Sunda pada Pustaka Rakyat, sang ayah Raden Kardata Poeradiredja dengan istri  Nyi Raden Siti Djariah  membesarkan Emma beserta saudaranya dalam lingkungan yang memprioritaskan pendidikan. Tak heran saudara Emma seperti Haley Koesna Poerairedja menyabet Community Leader dari The Ramon Magsaysay Award tahun 1962. Adil Poeradiredja saudara lainnya menjadi politikus dan Perdana Menteri Negara Pasundan pro-republiken. Sedari remaja Emma sudah akt

A Hard Days Night Tak Lekang Waktu



Segerombolan pria berlarian di sebuah jalanan Inggris, sementara di belakang dan sisi sebelah kanan yang terhalang deretan mobil, tak kalah banyak pria dan wanita yang mengikuti mereka. Saking rusuhnya menghindari kejaran kerumunan, mereka terjatuh, dan semakin terbahak ketika satu-dua diantara mereka saling tumpang tindih.

Para pengemar semakin nekad merangsek dan masuk ke sebuah gedung namun kehilangan jejak, sementara tiga pria dari yang mereka kejar sedang bersembunyi di sebuah bilik pura-pura menelpon, santai beserta setelan jas safarinya. Yang satunya lagi sedang berpura-pura membaca koran di bangku pinggir jalan dengan jengot dan kumis palsunya.

Mereka yang mengejar semakin kelimpungan, mencari disana-sini, dan di dapat ketiga orang pria tersebut di sebuah pertokoan. Tiga orang pria itu lari ke belakang gang, memanjat pagar, menumpaki troli khusus pengantar barang menuju geladak kereta api. Ketiganya terus berlari, semakin menghindar. Bersembunyi di sebuah kotak tempat foto instan yang diatasnya bertuliskan : Photos completed in 3 Minutes,  4 pose 2'.

Sementara yang satu, masih tetap terpisah dari kuartetnya dan terlihat sedang bernegosiasi dengan petugas tiket tepat di depan pintu masuk kereta yang tak lama lagi melaju. Ketiga pria yang tadi terpisah melihat temannya di pintu kereta tersebut dengan semangat diselingi tawa mendekati ke pintu masuk dengan kejaran puluhan pengemarnya membuntuti.

Akhirnya John Lennon, Paul McCartney, Ringo Star, dan George Harrison terselamatkan oleh kereta yang pelan mulai melaju. Dengan tawa kuartet The Beatles tersebut menyalami dan melambaikan tangan kepada para pengemarnya yang sedari tadi mengikuti.

Kejar-kejaran beatlemania (sebutan untuk pengemar The Beatles) menuju kereta api tersebut merupakan salah satu adegan dari film hitam-putih A Hard Day's night besutan Alun Owen yang dirilis oleh United Artists ketika mereka sedang digdaya pada zamannya, 6 Juli 1964. Film tersebut bercerita tentang keseharian para personil kelompok musik The Beatles, dikemas gaya dokumenter dengan arahan Richard Lester.

Film yang mengalun seperti lantunan musik yang berkolaborasi dalam sebuah fragmen komik tersebut sejak rilis sudah mendapat banyak pujian baik secara kritik maupun finansial. Majalah Time menempatkan  film tersebut sebagai 100 Film Sepanjang Masa.

Alun Powel sang penulis skrip yang dipilih oleh The Beatles karena mereka telah mengenal karya sebelumnya, no Trams to Lime Street dan Liperpudlian dialogue. "Alun berkumpul bersama kami dan sangat berhati-hati dalam menempatkan kata-kata yang keluar dari mulut kami yang mungkin telah dia dengar, jadi saya pikir dia menulis skrip yang bagus," ujar McCartney.

Alun Owen menghabiskan beberapa hari dengan kelompok musik tersebut dan menulis skrip berdasarkan pada satu pandangan jikalau hidup The Beatles telah menjadi tahanan dari ketenaran mereka sendiri, jadwal manggung dan pekerjaan rekaman studio seolah menjadi sebuah hukuman yang membelenggu.

Diproduksi sekitar enam minggu dan menghabiskan euro sekira 200,000 (temasuk biaya rendah untuk masanya) film tersebut di mulai sebuah kawasan yang dianggap cocok seperti Paddington pada 2 Maret 1964 juga kereta travel sekitar London dan Minehead.

Tempat tersebut disesuaikan dengan Inti cerita tentang salah satu penampilan The Beatles yang akan pergi ke London untuk sebuah acara televisi setelah sebelumnya mereka melarikan diri dari kejaran fans. Akan tetapi setelah kereta meluncur dan saatnya bersantai mereka kembali diuji kesabarannya dengan beragam godaan di dalam kereta tersebut.

Film ini sangat bersejarah karena selain menampilkan sisi musikalitas The Beatles secara kelompok, film tersebut menceritakan sisi lain luar panggung dari seorang superstar. Setelah era The Beatles tidak eksis lagi tanpa kehadiran John Lennon yang ditembak mati kita bisa masih mencermati pengaruhnya sampai sekarang, dari fashion, gaya manggung, sampai gaya rambut pada band rock masa kini. Its been a hard days night movie to erase and forget about how big they are until recent moment.


Komentar