Emma Poeradiredja, Tokoh Sumpah Pemuda Penyaksi Tiga Zaman

Emma Poeradiredja diantara keluarga besarnya di Bandung. P erempuan adalah darah dan nyawa sebuah peradaban bukanlah hal yang berlebihan. Adalah Emma Poeradiredja sosok wanoja asal Tanah Pasundan yang turut menjadi pelaku dan saksi berdirinya republik Indonesia dalam tiga babakan zaman ; revolusi, rezim Sukarno, hingga Suharto. Lahir dan besar dalam keluarga priyayi tidak serta merta menjadikannya sosok manja dan menerima segala keistimewaan kelas menengah feodal di zamannya. Sebagai salah editor Balai Pustaka dan Redaktur Kepala untuk bahasa Sunda pada Pustaka Rakyat, sang ayah Raden Kardata Poeradiredja dengan istri  Nyi Raden Siti Djariah  membesarkan Emma beserta saudaranya dalam lingkungan yang memprioritaskan pendidikan. Tak heran saudara Emma seperti Haley Koesna Poerairedja menyabet Community Leader dari The Ramon Magsaysay Award tahun 1962. Adil Poeradiredja saudara lainnya menjadi politikus dan Perdana Menteri Negara Pasundan pro-republiken. Sedari remaja Emma sudah akt

Menyoal Kegiatan Pendidikan Di Ruang Kelas


Idealnya pendidikan merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui bimbingan, pengajaran dan atau pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Generasi muda adalah investasi sumber daya manusia bagi garda depan ketahanan nasional dan sebagai warga Negara prasyarat wujud eksistensi Negara. 

Apabila ditilik dengan cermat, kalimat diatas sesuai sesuai dengan siratan UU RI No.2 Tahun 1989 yang berkaitan dengan Sistem Pendidikan Nasional. Oleh karena itu pendidikan merupakan hal yang tidak boleh dipandang sebelah mata karena dengan pendidikan akan terbentuklah manusia-manusia Indonesia yang dapat bertanggungjawab baik untuk dirinya sendiri (intern)  maupun untuk orang lain (ekstern).

Pendidikan pun beraneka ragam sifatnya, yang antara lain dapat bersifat formal, informal, dan non-formal. Pendidikan yang bersifat formal dapat kita lihat pada sejumlah sekolah-sekolah yang resmi direncanakan dan didirikan oleh pihak pemerintah, contohnya yatiu misalnya SD, SMP, SMU maupun Perguruan Tinggi dan sederajat, yang kesemuannya itu bersifat resmi.

Adapun pendidikan yang bersifat Informal dapat kita lihat pada kehidupan nyata dalam keluarga, misalnya seorang ayah menyuruh untuk belajar kepada putra-putrinya, secara tidak langsung hal tersebut dapat kita katakan sebagai proses stimulasi pendidikan yang bersifat informal atau dalam kata lain disebut pendidikan semi formal.

Sedangkan yang terakhir yaitu yang disebut pendidikan yang bersifat non-formal, yakni suatu proses pendidikan yang sebagian besar kegiatan proses pembelajaran dan pembimbingannya mengarahkan kepada keterampilam yang akan diperoleh oleh para peserta didiknya setelah mereka mengenyam pendidikan dari lembaga maupun institusi tersebut, contohnya dapat kita lihat pada kursus-kursus, misalkan saja kursus komputer dimana peserta didiknya diberikan pengetahuan yang qualified secara teori untuk aplikasi secara nyata dalam praktisnya.

Pendidikan di negara kita secara garis besarnya ditujukan  untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa yang telah direncanakan dan dicanangkan oleh para pendahulu negara kita, diantaranya yaitu berusaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara demi mewujudkan  masyarakat Indonesia yang seutuhnya, adil serta makmur. Hal tersebut hanyalah segelintir konsep cita-cita dari segudang harapan yang tertanam dari tujuan pendidikan nasional kita.

Untuk melakasanakan misi dan visi yang telah tertuang tersebut, maka pemerintah melakukan berbagai cara dan upaya untuk mewujudkannya, diantaranya yaitu  pemerintah melakukan berbagai proses-proses pendidikan khususnya pendidikan yang berlangsung di sekolah-sekolah maupun sejenisnya yang dapat dilakukan melalui proses bimbingan dan pembelajaran didalamnya serta  proses pendidikan yang dapat dilakukan diluar sekolah (pendidikan informal dan nonformal seperti pada keluarga, masyarakat, kursus, dan lainnya).

Dalam sebuah kesempatan wawancara dengan salah satu siswi SMU Negeri di daerah Kotamadya Bandung, informasi menunjukan bahwa kegiatan pembelajaran dilakukan seperti biasanya di ruangan-ruangan kelas dengan masing-masing periode waktu tiap pelajaran dengan peran guru sebagai sumber utama informasi. Akan tetapi dalam prakteknya proses kegiatan belajar mengajar cenderung dapat bersifat satu arah, cenderung pasif, apalagi tidak ada respon positif dan timbal balik dari para murid sehingga sukar sekali untuk mengetahui apakah mereka mengerti, paham, atau tidak sama sekali tentang materi yang telah disampaikan kepadanya.

Hal klasik stimulus-respon kegiatan belajar mengajar tersebut bisa jadi merupakan suatu masalah yang akan menjadi besar dan meledak bagaikan bom waktu pada suatu ketika apabila tidak segera kita atasi. Oleh karena itu masalah tersebut harus kita selesaikan secara cermat dari berbagai sudut pandang. Hal tersebut dapat ditinjau dari faktor intern dan ekstern siswa atau karena faktor lain yang terdapat pada diri pengajar sebagai sumber  utama dari proses pembelajaran. Dengan mengurai akar masalah tersebut sedikitnya kita akan mengetahui  muara permasalahan yang  menjadikan proses kegiatan belajar mengajar bersifat monoton, linear, satu arah saja serta cenderung bersifat pasif untuk dijadikan tolak ukur penyelesaian apa yang harus dilakukan.

 Setelah akar dasar metodologi praktek pembelajaran terurai, maka selanjutya proses kegiatan belajar dan mengajar pun bisa digunakan dengan pendekatan proses kegiatan belajar mengajar dua arah.  Hal ini menekankan adanya peran aktif dari para siswa khususnya didalam dan umumnya diluar proses kegiatan belajar itu, baik itu berupa pertanyaan bahkan sampai pada sanggahan yang berkenaan dengan materi yang disampaikan kepada siswa-siswi tersebut. Akan lebih banyak sekali hal positif yang bisa diambil dari proses pembelajaran dua arah ini dari pada sisi negatifnya. Guru sebisa mungkin membebaskan hirarki ‘guru-murid’ dengan pendekatan transformasi egaliter yang saling mengerti letak ‘kekurangan’ peserta didik untuk kemudian diinfiltrasi melalui paparan-paparan informasi yang merangsang stimuli gairah belajar peserta didik tersebut.

Hal lain yag menunjang pemberdayaan prestasi peserta didik yaitu mengenai proses bimbingan yang dilakukan di sekolahnya baik itu berasal dari guru, wakil kelas,,maupun bimbingan konseling. Secara garis besar kebanyakan proses bimbingan yang dilakukan atau dilaksanakan disekolahnya tersebut diberikan apabila seorang  siswa mendapat suatu masalah, baik masalah akademik maupun non akademik, jadi dalam hal ini baru lah proses bimbingan diberikan oleh guru wali kelas bahkan sampai  bimbingan konseling yang terdapat disekolah tersebut. Hal tersebut tidak berlaku mutlak, artinya masih banyak siswa maupun siswi yang dengan kemauannya sendiri meminta bimbingan  baik itu  berupa bimbingan nasihat maupun lainnya dari guru, wali kelas sampai kepada Bimbingan dan Konseling (BK) demi tercapainya maksud dan tujuan yang diinginkan.

Setelah kita melihat berbagai argumen dari  hasil  wawancara tersebut, dapat kita tarik secercah kesimpulan dari segudang-kelumit masalah yang membelenggu sehingga terhambatnya cita-cita pendidikan baik itu secara institusional maupun instruksional, yaitu bahwa proses pendidikan akan berjalan dengan berhasil apabila adanya keseimbangan dari kesadaran untuk mewujudkan cita-cita pendidikan nasional dari berbagai pihak, sesuai dengan tripusat pendidikan (masyarakat, sekolah, keluarga) sditambah dengan dukungan kesadaran dari dalam individunya itu sendiri, sehingga hal tersebut dapat kita katakan sebagai sebuah sistem untuk mewujudkan tujuan nasional yang tidak bisa berdiri kokoh dengan sendirinya.

 ______

Ilustrasi foto oleh Pixabay.

Komentar