Emma Poeradiredja, Tokoh Sumpah Pemuda Penyaksi Tiga Zaman

Emma Poeradiredja diantara keluarga besarnya di Bandung. P erempuan adalah darah dan nyawa sebuah peradaban bukanlah hal yang berlebihan. Adalah Emma Poeradiredja sosok wanoja asal Tanah Pasundan yang turut menjadi pelaku dan saksi berdirinya republik Indonesia dalam tiga babakan zaman ; revolusi, rezim Sukarno, hingga Suharto. Lahir dan besar dalam keluarga priyayi tidak serta merta menjadikannya sosok manja dan menerima segala keistimewaan kelas menengah feodal di zamannya. Sebagai salah editor Balai Pustaka dan Redaktur Kepala untuk bahasa Sunda pada Pustaka Rakyat, sang ayah Raden Kardata Poeradiredja dengan istri  Nyi Raden Siti Djariah  membesarkan Emma beserta saudaranya dalam lingkungan yang memprioritaskan pendidikan. Tak heran saudara Emma seperti Haley Koesna Poerairedja menyabet Community Leader dari The Ramon Magsaysay Award tahun 1962. Adil Poeradiredja saudara lainnya menjadi politikus dan Perdana Menteri Negara Pasundan pro-republiken. Sedari remaja Emma sudah akt

Ziggy Marley: Like Father, Like Son


Banyak musisi yang meninggal relatif masih muda, taruhlah nama-nama seperti Kurt Donald Cobain, Jimi Hendrik, dan salah satu yang menginspirasi musik dunia dengan suara pergerakan zionnya untuk kembali ke Afrika sebagai episentrum kebudayaan dunia, Bob Marley.

Terlahir dengan nama Nesta Robert Marley di Nine Mile, Saint Ann, Jamaika pada 6 Februari 1945, musisi dengan khas rambut dreadlock, musik reggae, dan penyeru kritik sosial beserta budaya kaum rastafari ini meninggal 11 Mei 1981 pada usia 36 tahun karena mengidap acral lentiginous melanoma atau bentuk dari malignant melanoma sejenis kanker. Cukup muda memang tapi gaung dan pemikiran yang mengewantah melalui lirik karyanya seperti I Shot the Sheriff yang didaur ulang oleh Eric Clapton dan menjadi hit tahun 1974 masih sayup-sayup menginspirasi sampai sekarang.

Perjalanan berkesenian sebagai gitaris, vokalis, pencipta lagu ayah dari tigabelas anak ini terbagi menjadi dua, dalam grup musik The Wailers (1964–1974, bersama Bunny Wailer dan Peter Tosh sebagai pendiri) dan Bob Marley & The Wailers (1974–1981). Selama berkiprah sebagai pembawa pesan kaum marjinal yang juga memperjuangkan penghapusan diskriminasi apartheid Afrika Selatan dengan salah satu lagunya seperti war, Marley sedikitnya telah menghasilkan 13 studio album, 4 album live, 10 album kompilasi, 27 single, 1 tribut dan album cover.

Kini warisan seni dan pemikiran Marley turun ke David Nesta "Ziggy" Marley, pria Trenchdown, Jamaika, kelahiran 17 Oktober 1968, anak tertua dari pasangan Alpharita Constantia Anderson atau lebih dikenal dengan Rita Marley. Melalui kelompok musik bernama Ziggy Marley and The Melody Makers, Ziggy meneruskan kiprah sang ayah.

Ziggy tersentuh mempelajari musik sedari masih kecil yang akhirnya membawa dia kepada kesuksesan karirnya sekarang. "Saya mengambil beberapa kelas, lalu membeli beberapa buku dan mempelajarinya sendiri. Saya belajar dengan gitar pertama kali dilanjut dengan piano," ujar Ziggy. "Saya bukanlah yang terhebat seperti mereka, tetapi saya bisa membuat karya rekaman. Tapi yang terjadi kemudian, sebenarnya, hal tersebut memupuk kreatifitas, sebab saya secara intelektual tidak sebagus orang lainnya yang mengerti dan pergi ke sekolah untuk mendapatkan dan membacanya, jadi hal tersebut memaksa Anda untuk kreatif."

Mengikuti kecerdasan intelektual diatas, Ziggy mengambil kesempatan untuk memberikan dua sen dollar Amerika untuk pemilihan presiden lalu. "Salah satu hal yang terpenting dari pemimpin adalah menginspirasi, tetapi yang tidak mampu menginspirasi orang berarti dia bukan seorang pemimpin," lanjut Ziggy. "Hal yang utama tentang Barack Obama, dia mengispirasi orang. Jika hal terseebut merupakan hal yang bisa dia lakukan, menginspirasi orang, lalu dia layak mendapatkannya (untuk dipilih)."

Mempraktekkan ketertarikan politiknya sedari muda, Ziggy mengingat sebuah perjalanan liburan keluarga ke Zimbabwe diantara ingatan terkuat masa kecilnya. "Bagi saya perjalanan tersebut seprti menuju bulan," ingat Ziggy. "Sebelumnya saya tidak pernah melakukan perjalanan panjang dengan kereta api. Sesuatu hal yang baru untuk saya. Yang membukakan mata kepada penjajahan kolonialisme, kemerdekaan, dan revolusi. Kami bertemu beberapa pejuang revolusi yang berjuang untuk kemerdekaan Zimbabwe di sebuah hotel dimana kita menginap, seperti membentuk kembali konsep ke-Afrikaan saya."

Meneruskan suara sang ayah

Kehidupan Ziggy memang tidak jauh dari sepak terjang sang ayah di masa lalu, berbicara tentang politik, perjuangan, dan kecintaan kepada keluarga. "Saya akan menggarap sebuah rekaman keluarga," ungkap Ziggy di akhir 2008. "Menurut saya hal tersebut penting untuk disuarakan kepada anak-anak jaman sekarang. Saya telah melakukan banyak rekaman dan telah berbicara dengan banyak orang dewasa dan saya sekarang ingin berbicara dengan anak-anak. Kami juga dalan tahap perkembangan untuk mengerjakan kembali musik Bob tentang anak-anak."

Hal diatas mewujud menjadi album solo yang ketiganya, Family Time, yang telah rilis 5 Mei 2009 dibawah perusahaan independen bernama Tuff Gong Worldwide. Album rekaman ini menampilkan kerabat dan sahabat, Rita Marley, Cedella Marley, Judah Marley, Paul Simon, Willie Nelson, Jack Johnson, Toots Hibbert, Laurie Berkner, Elizabeth Mitchell dan lainnya. Album ini juga yang menghantarkannya Grammy sebagai Best Musical Album for Children.

"Anak-anak adalah segalanya," ungkap Ziggy dalam salah satu perjalanannya antara Afrika Selatan dan tur West Coast-nya. "Ketika saya melakukan rekaman, hal tersebut mengukuhkan sesuatu yang telah dipikirkan jauh hari sebelumnya. Merangkul anak-anak adalah salah satu cara untuk mengubah stagnansi, penyakit sosial masyarakat. Kita perlu mendedikasikan diri untuk mereka dan memberikannya pendidikan terbaik. Tidak hanya sesuatu yang terkandung di dalam kurikulum. Kita perlu mengajarkan mereka tentang cinta. Mereka semua perlu mengetahui langkah apa yang seharusnya diambil untuk menjadi manusia yang lebih baik di dunia, tidak hanya tentang mendapatkan sebuah pekerjaan.

Garapan lain yang sudah dikerjakan Ziggy adalah dokumenter tentang Bob Marley yang sangat dinanti-nanti penggemar, ditetapkan oleh sang sutradara Jonathan Demme untuk rilis 2010. "Hal tersebut akan bercerita tentang Bob marley, menampilkan perspektif lain tidak akan yang belum pernah Anda lihat," kata Ziggy. "Ini adalah salah satu karya dimana keluarga dilibatkan, jadi hasilnya akan sangat mendalam dan mengungkapkan hal yang tak pernah terungkap selama ini. Masih banyak hal yang perlu diketahui tentang ayah saya."

TIdak hanya bermusik, Ziggy kemudian memproyeksikan energi postifnya dengan bergabung bersama Persatuan Bangsa Bangsa dan menciptakan sebuah label rekaman bernama Ghetto Youth Crew. Ziggy adalah perpanjangan suara lidah jiwa Bob Marley zaman sekarang. Like father, like son.

Komentar