Emma Poeradiredja, Tokoh Sumpah Pemuda Penyaksi Tiga Zaman

Emma Poeradiredja diantara keluarga besarnya di Bandung. P erempuan adalah darah dan nyawa sebuah peradaban bukanlah hal yang berlebihan. Adalah Emma Poeradiredja sosok wanoja asal Tanah Pasundan yang turut menjadi pelaku dan saksi berdirinya republik Indonesia dalam tiga babakan zaman ; revolusi, rezim Sukarno, hingga Suharto. Lahir dan besar dalam keluarga priyayi tidak serta merta menjadikannya sosok manja dan menerima segala keistimewaan kelas menengah feodal di zamannya. Sebagai salah editor Balai Pustaka dan Redaktur Kepala untuk bahasa Sunda pada Pustaka Rakyat, sang ayah Raden Kardata Poeradiredja dengan istri  Nyi Raden Siti Djariah  membesarkan Emma beserta saudaranya dalam lingkungan yang memprioritaskan pendidikan. Tak heran saudara Emma seperti Haley Koesna Poerairedja menyabet Community Leader dari The Ramon Magsaysay Award tahun 1962. Adil Poeradiredja saudara lainnya menjadi politikus dan Perdana Menteri Negara Pasundan pro-republiken. Sedari remaja Emma sudah akt

Kandank Jurang Doang Tidak Basa-Basi

 


Ini bukan sekolah pada umumnya

Yang biayanya kerap menyusahkan orang tua

Ini bukan pula Yayasan yang mengharap bantuan

dari belas kasihan dan uluran tangan

kami punya sikap, tangan kami selalu di atas untuk memberi

bukan menengadah meminta

Kalau kami diberi bantuan jangan buat aturan

 

Begitulah prolog dari enam bait paragraf sebuah puisi manifest coretan doank dari Kandang Jurang Doank yang didirikan atas inisiasi Dik Doang tersebut.  Ditengah gemerlap selebritas dunia keartisan nasional, dari tahun 1993 bermarkas awal di Angkasa Pura, tak banyak artis lokal seperti  sosok ini yang sejauh hari sudah bertekad keras mendirikan sebuah sekolah komunitas yang berbaur dengan alam dan bersahabat dengan kearifan budaya lokal dapat bertahan hingga sekarang.

Sekolah Alam Kandang Jurang Doang memang penuh dengan filosofi art and culture, dua hal ibarat sisi mata uang koin ini memberi nyawa kepada proses identifikasi sekolah alam tersebut. Sampai medio sembilan puluhan, tepatnya tiga tahun sebelum Presiden Soeharto lengser ke prabon, sekolah ini memiliki sembilan sampai enam belas anak siswa saja yang belajar dan berproses.

Pun di tahun 1997 ketika dipindahkan ke komplek Alvita, Sawah Baru, Ciputat yang hanya diisi oleh gelak riang dua puluh lima anak yang bersedia belajar dan berproses. Tapi hidup adalah proses, proses adalah perubahan, dan perubahan tersebut yang menandakan sebuah kehidupan, dengan kalimat filosofi ini lah kemudian proses pematangan Kandang Jurang Doank semakin menjadi.

Tahun 2005 kelas baru mulai dibuka kembali untuk berjuang meningkatkan dunia kreatifitas dan memupuk identitas generasi muda Indonesia sebagai salah satu penentu arah perjalanan bangsa. "Mereka adalah embrio, cikal-bakal, bibit-tunas, kemana mata anak panah bangsa ini akan melesat sangat tergantung kepada mereka. Jadi kepada merekalah kita menitipkan bangsa ini. Apakah akan menjadi bangsa peniru, bangsa penjiplak atau bangsa pencipta," tuturan Dik Doank dalam laman resmi Sekolah Alam Kandang Jurang Doank.

Berkat kerja cerdas dan determinasi iman serta dukungan masyarakat sekitar, beberapa komunitas, lembaga dan instansi yang sepaham dengan arus filosofi komunitas kreatif tim Kandang Jurang Doank menjadikan sekolah alam tersebut berdikari diatas kaki sendiri. Sampai penghujung 2010 laman resminya melaporkan terdapat 1.500 siswa aktif yang mengikuti proses belajar bermain bersama alam, dengan catatan, fasilitas Lapank Doank 800 orang, Kampunk Doank 450 orang, Perpustakaan Doank 70 orang, Kandank Jurank Doank 500 orang.

Fasilitas pendukung pembelajaran lainnya berupa panggung,  musholla, studio, kolam ikan, arena bermain, kelas A dan kelas B, dan proses penyelesaian tahap akhir pembangunan Kolesium yang bisa menampung sekira 600 orang.

Adapun kegiatan rutin yang ada sekarang di sekolah alam terebut adalah memandikan kerbau, hiking di sawah, menanam padi, menangkap ikan, flying fox, perahu kampret (    bentuk permainan motivasional dengan medium air untuk berusaha mendayung tanpa mengenal lelah), jembatan ranting (bentuk permainan motivasional untuk melatih menghilangkan rasa takut), dan tangga monyet (bentuk permainan motivasional untuk melatih anak menyelesaikan apa yang telah dimulai).

Ditengah sistem dan kurikulum resmi yang kaku kehadiran Kandang Jurang Doank ini dapat menjadi oase dari kemiskinan dan kobodohan yang menghantui generasi masa depan nusantara dengan terus berproses menemukan titik kebaruan dan pencerahan untuk tetap menjadi 'hidup' dan merdeka.

Kandang Jurang Doank tidak menawarkan proses berjuta rupiah untuk setiap aktifitas yang akan membawa anak-anak ke alam perenungan ketika berinteraksi dengan kerbau, menginjak lumpur sawah, berbecek ria mencari ikan, hingga permainan jembatan ranting guna mengatasi rasa takut yang biasa melanda anak produktif usia sekolah pada umumnya. Di kandang ini anak akan belajar untuk tidak berbasa-basi menjadi diri.

Jika kita malas akan tertindas. Jika kita bodoh akan dicemooh. Jika kita alpa akan tergoda. Jika kita lemah akan dijajah. Jika kita ragu akan ditipu. - Dik Doank.


Komentar