Emma Poeradiredja, Tokoh Sumpah Pemuda Penyaksi Tiga Zaman

Emma Poeradiredja diantara keluarga besarnya di Bandung. P erempuan adalah darah dan nyawa sebuah peradaban bukanlah hal yang berlebihan. Adalah Emma Poeradiredja sosok wanoja asal Tanah Pasundan yang turut menjadi pelaku dan saksi berdirinya republik Indonesia dalam tiga babakan zaman ; revolusi, rezim Sukarno, hingga Suharto. Lahir dan besar dalam keluarga priyayi tidak serta merta menjadikannya sosok manja dan menerima segala keistimewaan kelas menengah feodal di zamannya. Sebagai salah editor Balai Pustaka dan Redaktur Kepala untuk bahasa Sunda pada Pustaka Rakyat, sang ayah Raden Kardata Poeradiredja dengan istri  Nyi Raden Siti Djariah  membesarkan Emma beserta saudaranya dalam lingkungan yang memprioritaskan pendidikan. Tak heran saudara Emma seperti Haley Koesna Poerairedja menyabet Community Leader dari The Ramon Magsaysay Award tahun 1962. Adil Poeradiredja saudara lainnya menjadi politikus dan Perdana Menteri Negara Pasundan pro-republiken. Sedari remaja Emma sudah akt

Personalitas Jeans

 


Bagi sebagian orang, hal bersifatnya personal tidak hanya seorang kekasih yang setiap saat selalu mendengarkan curah-keluh mereka. Hal tersebut bisa berupa hewan peliharaan seperti anjing yang setia pada majikan atau kucing si pemalas yang kerjaannya hanya tidur dan meminta jatah makan berbarengan dengan jam makan malam kita. Ada juga yang personal itu bisa berupa jeans, iya, sebuah jenis celana yang selalu menempel ketat pada tubuh terbuat dari katun kasar berlarik-larik.

Bagi sebagian orang tersebut, mereka menganggap jeans yang ditemukan pertama kali oleh Jacob Davis dan Levi Strauss tahun 1873 itu sebagai teman dekat yang selalu siap setia melebihi absensi pacar ketika memadu kisah sekalipun. Jeans yang telah dibeli dan mereka pakai hingga kusam dan rombeng itu bahkan dianggap sebagai saksi dan perwakilan jiwa dalam menghabiskan berbagai momen berharga dengan segala kondisi musim.

Penggila jenis celana jeans bahkan menganggap celana yang telah berkarat karena dipakai lapuk usia tersebut sebagai benda yang sama berharganya seperti koleksi piringan hitam Bob Dylans dengan tembang A hard rains a gonna fall ketika musim hujan tiba, atau sama personalnya ketika J.A Verdijantoro yang super gothic ketika berkolabrasi dengan Ahmad Dhani Manaf menyanyikan tembang berjudul Lagu Hujan. Musik dan jeans kadang seperti kaset dengan dua sisi berbeda tetapi bisa mewakili jiwa persona tertentu.

Jeans dalam tataran diatas akhirnya menjadi benda sentimentil yang tidak hanya diciptakan dan didesain guna memenuhi unsur fungsionalitasnya saja, lebih lanjut, ia mewakili pengertian jeans yang menjadi filosofis dengan attitude. Dan menilik perkembangan, produk jeans yang mayoritas dipakai kaum pekerja sebuah pertambangan dengan sepatu boot semacam Red Wing Shoes atau kelas pekerja di Britania raya ketika mengenakan celana Dickies dengan sepatu Doc Marteen-nya termasuk pengertian diatas, jeans atau celana dan sepatu yang selaras dengan pakem perilaku tertentu yang jauh dari glamoritas dan catwalks.

Semakin berumur usia jeans tersebut dan membentuk kulit kedua yang begitu telanjang juga personal, maka semakin hidup karakter yang akan didapat. Warna yang pudar pun memberi karakter semakin dalam. Semakin kita pakai, semakin indah, dan tidak hanya sekedar menjadi helai onggokkan jeans lapuk. Karena jeans begitu personal maka kita bisa memilih jenisnya sesuai selera dari produk bersejarah seperti Levi's, Lee dan Wrangler dengan tipe seperti skinny jeans, boot cut, atau flare.

 

Komentar