Emma Poeradiredja, Tokoh Sumpah Pemuda Penyaksi Tiga Zaman

Emma Poeradiredja diantara keluarga besarnya di Bandung. P erempuan adalah darah dan nyawa sebuah peradaban bukanlah hal yang berlebihan. Adalah Emma Poeradiredja sosok wanoja asal Tanah Pasundan yang turut menjadi pelaku dan saksi berdirinya republik Indonesia dalam tiga babakan zaman ; revolusi, rezim Sukarno, hingga Suharto. Lahir dan besar dalam keluarga priyayi tidak serta merta menjadikannya sosok manja dan menerima segala keistimewaan kelas menengah feodal di zamannya. Sebagai salah editor Balai Pustaka dan Redaktur Kepala untuk bahasa Sunda pada Pustaka Rakyat, sang ayah Raden Kardata Poeradiredja dengan istri  Nyi Raden Siti Djariah  membesarkan Emma beserta saudaranya dalam lingkungan yang memprioritaskan pendidikan. Tak heran saudara Emma seperti Haley Koesna Poerairedja menyabet Community Leader dari The Ramon Magsaysay Award tahun 1962. Adil Poeradiredja saudara lainnya menjadi politikus dan Perdana Menteri Negara Pasundan pro-republiken. Sedari remaja Emma sudah akt

Grausig Kembali Menebar Kengerian


James dan Wacked duo cadas Grausig di Classic Rock Cafe Jakarta jelang 90an. Mayoritas pengunjung cafe yang berniat menghabiskan malam tribut Jim Morisson Night, diguncang dengan kebisingan brutal death metal ekstrem tinggi yang berakibat Grausig nyaris diusir dari helaran.


 

"Gue dikejar akibat album itu."

 

Begitu singkatnya klaim sang vokalis, Killjames, ketika menceritakan perjalanan Grausig sejak dirintis Muhammad Yachya Sunjaya (popular dengan panggilan Wacked) era dekade 80 akhir hingga akhirnya meluncurkan album mini Feed the flesh to the beast medio 90-an. Bukan tanpa alasan para puritan mengejar pertanggungjawaban pesan yang ditulis dari hasil pemikirannya di album tersebut.

Tembang Doomsday misalnya yang merupakan purwarupa rintisan Wacked, didekonstruksi ulang dari segala lini. Elemen auditif yang kental thrashmetal digubah Killjames bersama Denny Zahuri (drum), Muhammad Faisal (bass), dan Ricky Wisisena (gitar) menjadi tembang brutal. Ricky menyebutnya neoclassicalbrutaldeath pada salah satu media kala itu. Dan tentunya sebagai vokalis terdepan yang dipercayakan Wacked kepada basis-vokal Rotting God ini tidak disiasiakan olehnya, dari Doomsday yang kontemplatif berubah menjadi penyesatan teologi versi baru berbalut kebisingan pada torsi maksimal.

Via ilustrasi Baphomet di kulit muka album tersebut, racun-racun seperti Curse of satan, Unholy Invocation, Embalmed Crucifixion, dan Upon the Flesh of Nazarene menggenapi kesompralan Grausig era itu. Mereka menjadikan rock tidak sekedar bergema. Lewat distorsinya mereka menggugat. Hampir saja aksinya di malam persembahan bagi Jim Morrison dibubarkan massa Poster Cafe yang mungkin mengharapkan sajian pepuisian yang diapresiasi ulang untuk sang legenda sambil meneguk menu bar bersama kekasih.

Perkenalan saya kali pertama setelah mendengar Cradle of Filth bersambung demo live Doomsday dari formatur Grausig era trio Wacked, Robin Hutagaol, dan Jorghi Soebagio mengudara di radio yang digawangi Samuel Marudut Sitompul atau Arien Hendriani dari GMR 104.4FM.. Dan sepertinya menyaksikan penampilan mereka di Universitas Islam Nusantara merupakan kali pertama dan sekali-kalinya kelompok musik cadas ibu kota tersebut menjajal skena bawah tanah Bandung meski Ricky pernah mengisi slot gitar dengan Jasad dan  Wacked sendiri mengisi sesi penampilan langsung bersama Didi Kurniadi (vokalis, pendiri Mortir, dikenal sebagai Barrock) dari Dajjal cs.

Dekade 90 menghasilkan banyak pionir untuk sejarah musik Indonesia. Lokus utamanya dihasilkan lewat kawah candradimuka seperti Gor Saparua, TRL Bar, Laga Pub, Dago Tea House, dan Buqiet Skatepark. Pada milenium baru, awal 2000, intensitas festival menurun, disebabkan banyak faktor seperti biaya produksi yang meningkat, tatakelola komunitas yang menjadi komoditas, maupun faktor internal alam skena sendiri ketika bertemu fase seperti halnya industri mulai lesu dihantam produktifitas. Dimulai 2005 geliat mulai muncul kembali dengan gig skala minor pada lokus yang sudah ada bahkan menghasilkan simpul baru seperti di Antapani dan Elang dengan pertunjukan studio. Hingga akhirnya skena menjelma menjadi festival udara terbuka multi-juta, sebuah festival rock a la milenia.

Grausig sendiri besar di ranah bawah tanah Jakarta, setelah mini album sompral tersebut mereka tancap gas dengan Abandoned, forgotten, and rotting alone. Sayangnya ketika menuju album ketiga bertitel Vision of Enslaved Upon my Lizard Side, album pamungkas trilogi yang berisi delapan buah lagu ini tidak pernah digarap di studio rekaman ada friksi internal James Andri Budiyanto dan  Stephanus Ino Prayudhi (bassis dan pembuat musik sepeninggal Muhammad Faisal) vis-a-vis Ricky Wisisena dan Denny Zahuri. James dan Bobby hengkang, Ricky dan Denny meneruskan Grausig dengan merilis album Tiga Dimensi. Satu-satunya klip bertitel Demonstrasi mereka luncurkan dengan talenta Pory dari Corporations of Bleeding dan Jill dari Stepforward sebagai penampil tamu pada era ini.

***

"J, ini elo?"

"Maaf, lo sapa ya?" Pria plontos penggemar Frank Sinatra tersebut menjawab ragu dan tampak samar dengan persona yang menyapanya.

"Ini gue!Bobby! Basis elo!"

Pertemuan di jalanan ketika menunggu bis ibu kota menamparnya. Mereka satu-sama lain ragu sampai diantara mereka memutuskan menyapa. Perubahan fisik dan kabar yang terputus selama hampir satu dekade mengaburkan duo pembuat onar dari Grausig ini. Mirip dengan Syd Barret yang nyaris tidak dikenali lagi ketika bertemu rekan sejawatnya. Baik Bobby dan Syd juga meninggal setelah pertemuan singkat itu.

Sebelumnya di 2005 dan 2008 muncul isu reuni yang tidak pernah terealisasi. Lama tak terdengar akhirnya formasi klasik kembali ke publik kali pertama setelah sebelas tahun vakum. Pertemuan mereka bukan untuk dansa-dansi dengan geliat skena yang bergairah menyambut produktifitas ekonomi dari dunia yang selama ini mereka geluti akan tetapi sebuah perjumpaan untuk menghormati sahabatnya Muhammad Faisal yang meninggal. 2013, In The Name Of All Who Suffered And Died meluncur dengan tambahan talenta Budi Ridwin Nasution pada gitar mengantikan Ricky Wisisena.

Kini, sejak 9 Maret 2016, mereka hadir kembali dengan tenaga penuh. Ada sembilan track yang ditawarkan ; rekomposisi bass Prelude One karya Bach yang digubah Ewin Naiborhu dengan apik seperti permainannya pada Teokrasi Bisu, single Gods Replicated dan Sampah Moralitas Dimensi tepat ditujukan bagi polisi moral, Doomsday yang diinjeksi dengan tenaga Denny (this supposedly what we are expected, dude! Where have you been), pada Di Belakang Garis Musuh atau Infeksi Kanibal Utopia sang gitaris Ivan memainkan tekniknya.

Bagi saya hadirnya mereka tak sekedar nostalgi, Grausig kembali menunjukan spirit yang musti diapresiasi setelah silang generasi mereka mampu membaca tanda perubahan skena. Saya harus mengamini Wendi Putranto jika di album ini mereka telah kembali. Andai saja Jessica Wongso meracik kopi bersianida dan meneguknya sendiri sambil mendengarkan album ini maka kematian akan menjadi sempurna. Ah, juga tepat rasanya kopi Jessica itu buat kekasihmu, sayang!


"I will lead you to the promised land

Where the flesh no longer in boundaries

Suffering for the unholy ghost, as the gods story is put to an end

bow down to lord satan (cause lord is piece of shit)

say your repent to satan (for hell sake kill your God)."

- Doomsday, as written by Killjames, Feed the flesh to the beast, 1997.

_________

Foto: Grausig/Istimewa

Komentar

  1. For instance, low-risk offers like free spins, no deposit offers and low wagering offers perfect for|are excellent for} new gamers who're dipping a toe into the waters of online on line casino gaming. Deals with larger wagering necessities, on the other hand|however|then again}, are higher suited to experienced gamers. Sign up at a trusted playing bet365 website, and enhance your funds with our record of online on line casino bonus codes above. Remember to read through the phrases of use and comply with the principles.

    BalasHapus

Posting Komentar