Emma Poeradiredja, Tokoh Sumpah Pemuda Penyaksi Tiga Zaman

Emma Poeradiredja diantara keluarga besarnya di Bandung. P erempuan adalah darah dan nyawa sebuah peradaban bukanlah hal yang berlebihan. Adalah Emma Poeradiredja sosok wanoja asal Tanah Pasundan yang turut menjadi pelaku dan saksi berdirinya republik Indonesia dalam tiga babakan zaman ; revolusi, rezim Sukarno, hingga Suharto. Lahir dan besar dalam keluarga priyayi tidak serta merta menjadikannya sosok manja dan menerima segala keistimewaan kelas menengah feodal di zamannya. Sebagai salah editor Balai Pustaka dan Redaktur Kepala untuk bahasa Sunda pada Pustaka Rakyat, sang ayah Raden Kardata Poeradiredja dengan istri  Nyi Raden Siti Djariah  membesarkan Emma beserta saudaranya dalam lingkungan yang memprioritaskan pendidikan. Tak heran saudara Emma seperti Haley Koesna Poerairedja menyabet Community Leader dari The Ramon Magsaysay Award tahun 1962. Adil Poeradiredja saudara lainnya menjadi politikus dan Perdana Menteri Negara Pasundan pro-republiken. Sedari remaja Emma sudah akt

Mengingat Pahlawan, Meneruskan Perjuangan : Hari Pahlawan


Presiden jokowi atas nama negara memberikan anugerah pahlawan kepada empat tokoh anak bangsa yang dianggap berjasa dan telah memberikan dedikasi penuh bagi Indonesia (Foto oleh Kompas/Ihsanudin).


S
etiap tahun pemerintah memberikan gelar pahlawan nasional sebagai apresiasi kepada anak bangsa atas dedikasinya dalam mempertahankan kedaulatan tanah air Indonesia. Tanggal 10 november 1945 adalah penanda semangat pasca revolusi Agustus dalam menegakan merah putih. Tepat pada tanggal tersebut, di tahun 1945 Bung Tomo dan segenap elemen anak bangsa bertempur sampai penghabisan mempertahankan kedaulatan republik dari tangan agresor kolonialisme asing.

Ricklefs (dalam A History of Modern Indonesia Since c. 1300 MacMillan) menyatakan setidaknya jumlah korban 6,000 - 16,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. Sementara pasukan Inggris dan India meninggalkan sekira 600 - 2000 tentara tewas. 10 November dikenang sebagai salah satu pertempuran pertama dan terbesar pasca proklamasi 17 Agustus 1945 melawan para penjajah yang tak rela koloninya lepas bebas merdeka yang sekaligus menggerakan perlawanan di seluruh Indonesia.

Dalam perjalanan sejarah, ketika Belanda menyerah tanpa syarat pada 8 april 1942 wilayah Nusantara kemudian diduduki Jepang yang baru sepekan mendarat di PulauJawa. 1945, hanya seumur jagung atau tiga tahun setelah menduduki Indonesia,Jepang menyerah tanpa syarat akibat Hiroshima dan Nagasaki dibom Amerika Serikat.


Pada Agustus di tahun yang sama Sukarno-Hatta sempat diculik dan didesak oleh elemen pemuda progresif seperti pemuda Wikana dan kawan-kawan untuk sesegera mendeklarasikan kemerdekaan. Peristiwa itu dikenang sebagai peristiwa Rengas Dengklok yang terjadi jelang pembacaan proklamasi 17 Agustus 1945 di Jakarta. Pada minggu kedua September 1945, Inggris mendarat di Jakarta dan sebulan kemudian pada 25 November 1945 juga mendarat di Surabaya.

Kedatangan Inggris atas nama keputusan sekutu AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies, literal : Kekuatan Sekutu Hindia Timur Belanda) bertugas melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Bersama NICA (Netherlands Indies Civil Administration, literal : Pemerintahan sipil Hindia Belanda) ternyata Inggris hadir untuk mengembalikan Indonesia ke dalam jajahan Belanda. Hal ini tentunya semakin menimbulkan pergolakan di berbagai daerah di tengah usaha menyapu bersih anasir Jepang.


Pemerintah mengeluarkan maklumat 31 Agustus 1945 yang mnyatakan bahwa per 1 september sang saka merah putih wajib dikibarkan di seluruh penjuru tanah air. Dalam situasi genting dan memanas tersebut Mr. W.V.Ch. Ploegman melalui kaki tangannya mengibarkan bendera Belanda tanpa koordinasi dengan otoritas republik di daerah. Kontan, pengibaran bendera merah-putih-biru di tingkat teratas sebelah utara Hotel Yamato tersebut mengundang kemarahan republiken setempat.

Residen Soedirman datang mendatangi Yamato dikawal Sidik dan Hariyono untuk berunding dengan Ploegman. Bendera penjajah tersebut ditolak untuk diturunkan. Alih-alih, Ploegman mengeluarkan senjata mengakibatkan baku hantam dalam dialog tersebut. Ia seketika tewas oleh Sidik yang mencekiknya, sementara Sidik tewas didor serdadu Belanda yang berjaga di sekitar.

Seketika peluru menyalak dan dua orang tewas di depan mata, Soedirman dan Hariyono keluar menyelamatkan diri. Massa yang sudah menyemut ternyata sedang berebutan berusaha menurunkan bendera Belanda. Yang terjadi kemudian, Hariyono yang tadinya bersama Soedirman balik arah bersama Koesno Wibowo untuk menurunkan bendera, warna biru dirobek, merah putih berkibar.

Konfrontasi fisik akhirnya tidak terelakan, 27 Oktober 1945, baku hantam IndonesiaInggris pun terjadi dalam skala meluas di daerah dengan jumlah korban besar di kedua belah pihak. Jenderal D.C. Hawthorn akhirnya turun tangan dan meminta Sukarno meredakan pertempuran.

Situasi semakin genting, meski genjatan senjata ditandatangani dua hari kemudian, baku hantam pasang surut dan tak dapat diprediksi. Puncaknya menuju sekira pukul 20.30, 30 Oktober 1945, Jendral Mallaby yang berpapasan dengan milisi republik tewas dengan sebuah tembakan dan hangus terbakar dalam mobil Buick yang dikendarainya ketika melewati jembatan merah setelah digranat pemuda pejuang yang sampai sekarang belum diketahui identitasnya.


Kematian petinggi militer Inggris di Jawa Timur tersebut masih menyisakan misteri apakah dilakukan oleh milisi republik atau disebabkan oleh tentara India yang berada di sekitar Mallaby dan tidak mengetahui genjatan sehingga memantik pertempuran yang menewaskan petinggi sekutu tersebut.

Insiden ini yang pasti meledakan amarah penggantinya, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh. Ia mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 dan meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA dengan tangan di atas kepala. Hal ini tentunya ditolak mentah-mentah oleh seluruh elemen republiken mulai dari Tentara Keamanan Rakyat, tokoh kyai dan pesantren, organisasi massa perjuangan, dan rakyat Indonesia umumnya.



Bung Tomo sedang berpidato di hadapan rakyat Jawa Timur. Di Jalan Mawar, Surabaya, siaran Radio Pemberontak yang dipimpinya selalu ditunggu para pendengar setia. Bung Tomo berpindah siaran antara Surabaya-Malang menghindari marabahaya seperti kesaksian K'tut Tantri seorang penulis kebangsaan Amerika dan penulis Revolt in paradise yang saat itu berusia 47 tahun dan menjadi sejawat penyiar si bung (Foto Dok. Keluarga/Tempo).


Bung Tomo adalah salah satu ikon pada palagan Surabaya tersebut. Agitasi yang dikumandangkannya dalam siaran radio membangkitkan pemuda Surabaya dan Indonesia dalam mempertahankan negara sampai penghabisan. Pekiknya di balik mikrofon antara Surabaya-Malang dan buruan nyawa tak menyurutkan nyali pemuda keturunan Sumedang-Madura tersebut. "Darah pasti banyak mengalir. Jiwa pasti banyak melayang. Tetapi pengorbanan kita ini tidak akan sia-sia, Saudara-saudara. Anak-anak dan cucu-cucu kita di kemudian hari, insya Allah, pasti akan menikmati segala apa hasil daripada perjuangan kita ini,"

Pemerintah Indonesia sendiri baru memberikan gelar pahlawan nasional kepada Bung Tomo pada 2008 melalui Menteri Komunikasi dan Informatika Kabinet Indonesia Bersatu, Muhammad Nuh setelah sebelumnya ada aspirasi dari Gerakan Pemuda Ansor dan Fraksi Partai Golkar.

Pada 2016 pemerintah hanya memberikan gelar pahlawan nasional ini kepada seorang anak bangsa yang berasal dari organisasi massa Islam terbesar dan merupakan tokoh Nahdlatul Ulama (NU), KH As'ad Syamsul Arifin.

Sedangkan di 2017 Jokowi menandatangani gelar pahlawan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 115/TK/Tahun 2017 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional. kepada empat figur anak bangsa yaitu Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, Laksamana Malahayati, Sultan Mahmud Riayat Syah, dan Lafran Pane.


Bergelar Al-Akh Al-Fadhil Al-Kamil Al-Syaikh Muhammad Zainuddin Abdul Madjid AlAnfanny, artinya, saudara yang mulia, sang jenius sempurna, guru terhormat Zainuddin Abdul Madjid, dikarenakan prestasi akademik menyelesaikan studi dalam 6 tahun.


Gelar dalam ijazahnya ini ditulis seorang ahli khat langsung oleh Al-Khathtath Syaikh Dawud ar-Rumani (Foto Wikimedia).

Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid ulama kharismatik kelahiran Kampung Bermi, Desa Pancor, Kecamatan Rarang Timur, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 20 April 1908 ini berjasa mengembangkan modernisasi dunia Islam khususnya di NTB dan anti kolonialisme Belanda.


Buyutnya, Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513-1530 M) merupakan pendiri Kerajaan Aceh Darussalam. Keumalahayati merupakan pemimpin Inong Balee yakni pasukan para janda yang pasangannya gugur di medan perang melawan Belanda. Jabatan resminya adalah Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV (Foto Wikimedia).


Malahayati di era monarki Nusantara berperan dalam peperangan melawan Belanda pada 1559 yang menewaskan Cornelis De Houtman. Pada 1606, perempuan Aceh tersebut menghadapi pertempuran dan mengalahkan Portugis dengan Darmawangsa Tun Pangkat atau Sultan Iskandar Muda.


 

Lafran Pane dikenang sebagai sosok intelektual yang sederhana. Lukman Hakiem koleganya di Himpunan Mahasiswa Indonesia menyaksikan profesor ini sering mengayuh sepeda daripada menggunakan kendaraan bermotor seperti mahasiswanya (foto Wikipedia).

Lafran Pane ialah seorang pemuda intelektual muslim berjasa mendorong gerakan pemuda Indonesia dengan organ Himpunan Mahasiswa Indonesia yang diampunya sedari pada 5 Februari 1947. Juga berperan dalam menentang pergantian ideologi dari Pancasila ke pelukan Komunisme.


Lukisan Sultan Mahmud Riayat Syah dalam salah satu acara. Aktual.com melansir laporan pejabat Inggris di Penang tahun 1788 yang mengatakan bahwa Sultan Mahmud Riayat Syah merupakan penguasa terbesar dan jenius di kalangan Melayu berdasar arsip Indies Office House 10-1-1788/SSR, 31.80 dalam vOS, 1993 (Foto Aktual.com). Sultan Mahmud Riayat Syah ialah sultan Kerajaan Lingga sejak berumur dua tahun pada 1761 dan merupakan pemimpin tertinggi Kerajaan Johor-Riau-Lingga dan Pahang. Sultan Mahmud Syah III ini terlibat dalam pertempuran melawan penjajah Belanda dalam peperangan seperti di Teluk Riau dan Teluk Ketapang Melaka pada tahun 1784. Di masanya ia berperan dalam perkembangan strategi ekonomi, kerjasama regional, dan militer.

Kepada Tempo 9 November 2017 di Aula Gatot Subroto Markas Besar TNI, Cilangkap, Panglima TNI Gatot Nurmantyo menyatakan bahwasanya hari pahlawan adalah momen untuk mencontoh dedikasi para pahlawan di masa lalu yang berjuang tanpa lelah, pamrih dan membedakan latar. Kepentingan untuk kehidupan anak cucu yang lebih baik adalah salah satu alasannya, "Semua berjuang untuk memberikan anak cucunya ya kita ini untuk hidup menikmati kemerdekaan yg diberikan atas perjuangan pahlawan," tambahnya, “Jadi mari bersatu, jangan saling menghina, mencaci maki, tetapi kita bersatu membangun bangsa ini, seperti pahlawan kita.”

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, seperti dillansir Tempo, Kamis, 9 November 2017, menyatakan jumlah anugerah gelar pahlawan nasional sampai 2017, "173 orang terdiri atas 160 laki-laki dan 13 perempuan. Para pahlawan tersebut ada yang berasal dari sipil dan TNI-Polri." Parameter pahlawan nasional tidak hanya berlaku bagi anak bangsa yang terlibat langsung dalam konfrontasi fisik seperti dalam peperangan konvensional, tambahnya, "Jadi penyandang gelar pahlawan nasional bukan hanya mereka yang berjasa di medan perang saja, tetapi mereka yang juga berjasa di bidang lain yang gaung dan manfaatnya dirasakan secara nasional,"

Situs Setneg menerangkan prasyarat penganugerahan pahlawan nasional berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan:

1.      Masyarakat mengajukan usuian Calon Pahlawan Nasional yang bersangkutan kepada Bupati / Walikota setempat.

2.     Bupati / Walikota mengajukan usuian Calon Pahlawan Nasional yang bersangkutan kepada Gubernur melalui Instansi Sosial Provinsi setempat.

3.     Instansi Sosial Provinsi menyerahkan usulan Calor Pahlawan Nasional yang bersangkutan tersebut kepada Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) untuk diadakan penelitian dan pengkajian.

4.     Usulan Calon Pahlawan Nasional yang menurut pertimbangan TP2GD dinilai memenuhi kriteria, kemudian diajukan oleh Gubernur selaku Ketua TP2GD kepada Menteri Sosial Rl selaku Ketua Umum Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP).

5.      Menteri Sosial Rl c.q. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial / Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan dan Kesetiakawanan Sosial mengadakan penelitian administrasi.

6.     Usulan Calon Pahlawan Nasional yang telah memenuhi persyaratan administrasi kemudian diusulkan kepada TP2GP untuk dilakukan penelitian dan pengkajian.

7.      Usulan Calon Pahlawan Nasional yang menurut pertimbangan TP2GP dinilai memenuhi kriteria, kemudian oleh Menteri Sosial Rl selaku Ketua Umum TP2GP diajukan kepada Presiden Rl melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan guna mendapatkan persetujuan Penganugerahan Pahlawan Nasional sekaligus Tanda Kehormatan lainnya.

8.     Upacara penganugerahan Pahlawan Nasional dilaksanakan oleh Presiden Rl dalam rangka peringatan hari Pahlawan 10 Nopember.

Momentum November sebagai hari pahlawan adalah upaya guna menjangkarkan kesadaran bahwasanya Indonesia bisa berdiri atas perjuangan darah dan keringat pendahulu. Hari pahlawan senyatanya bukanlah sekedar selebrasi dan seremonial tetapi ajakan kepada segenap elemen anak bangsa untuk mengisi hari esok dengan etos dan kerja positif dalam berpartisipasi membangun bangsa dan negara sesuai dengan minat dan dunia sendiri. Hari pahlawan sejatinya bukan bentuk pengkultusan melainkan upaya untuk meneruskan perjuangan membangun Indonesia. Maka, jangan meninggalkan sejarah kata si Bung Besar Sukarno!

Komentar