Emma Poeradiredja, Tokoh Sumpah Pemuda Penyaksi Tiga Zaman

Emma Poeradiredja diantara keluarga besarnya di Bandung. P erempuan adalah darah dan nyawa sebuah peradaban bukanlah hal yang berlebihan. Adalah Emma Poeradiredja sosok wanoja asal Tanah Pasundan yang turut menjadi pelaku dan saksi berdirinya republik Indonesia dalam tiga babakan zaman ; revolusi, rezim Sukarno, hingga Suharto. Lahir dan besar dalam keluarga priyayi tidak serta merta menjadikannya sosok manja dan menerima segala keistimewaan kelas menengah feodal di zamannya. Sebagai salah editor Balai Pustaka dan Redaktur Kepala untuk bahasa Sunda pada Pustaka Rakyat, sang ayah Raden Kardata Poeradiredja dengan istri  Nyi Raden Siti Djariah  membesarkan Emma beserta saudaranya dalam lingkungan yang memprioritaskan pendidikan. Tak heran saudara Emma seperti Haley Koesna Poerairedja menyabet Community Leader dari The Ramon Magsaysay Award tahun 1962. Adil Poeradiredja saudara lainnya menjadi politikus dan Perdana Menteri Negara Pasundan pro-republiken. Sedari remaja Emma sudah akt

Bahasa Nusantara

Foto: iStockPhoto.

Kepunahan bahasa Ibu karena penuturnya semakin enggan mempraktikannya dalam keseharian yang kadung dianggap kuno atau feodal

Jika parameter sebuah kebudayaan adalah kuantitas  bahasa  maka  karunia  apalagi yang  akan  dunia  d ustakan  jika di Nusantara terdapat 700-an bahasa di era dijital yang banal ini dimana harsa, rasa, dan karya peradaban manusia merujuk pada keberlimpahan tak bermakna.

Kita berada di episentrum kebudayaan dan sepatutnya menjaga dan melestarikan kekayaan tersebut dari Sabang dan Merauke, karena Timor, Singapura, Malaya, New Guinea, Brunei, dan gugusan lainnya tercerai dari episentrum Nusantara ini. Jika harus merujuk dimana letak kekeliruan sejarah selain politik, kolonialisme, kapitalisme, dan ekspansi paradigma?

Adalah falsafati indung-kebudayaan leluhur yang sudah dilupakan oleh anak bangsa yang dilahirkan dan dibuainya sendiri. Dari Hydranntana persoalan energi terbarukan sebenarnya sudah diupayakan oleh nenek moyang zaman Lemurian tanpa merusak tatanan alam dan memaksimalkan peradaban pengetahuan. Saya meminjam rasionalisme barat, selebihnya, saya harus pulang dan membaca teks yang mulai pudar tertiup zaman.

Sampurasun.

______

Foto: iStockPhoto.

Komentar